Ilmu Perundang-undangan.
Perundang-undangan di Indonesia
Istilah dan Pengertian Perundang-undangan. Secara
etimologis Perundang-undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan
awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an menunjukkan arti segala hal yang
berhubungan dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian
perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan berbagai ahli
sebagian besar ketika sampai pada persoalan apakah perundang-undangan
mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil (produk) dari pembuatan
perundang-undangan. Menurut Penulis istilah perundang-undangan untuk
menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan
Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan
keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan
Perundang-undangan merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan
berbagai jenis (bentuk) peraturan (produk hukum tertulis) yang mempunyai
kekuatan mengikat secara umum yang dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang
berwenang. Jadi kriteria suatu produk hukum disebut sebagai Peraturan
Perundang-undangan menurut penulis, berturut-turut harus:
1.bersifat
tertulis
2.mengikat
umum
3.dikeluarkan
oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang
Berdasarkan kriteria ini, maka tidak setiap
aturan tertulis yang dikeluarkan Pejabat merupakan Peraturan
perundang-undangan, sebab dapat saja bentuknya tertulis tapi tidak mengikat
umum, namun hanya untuk perorangan berupa Keputusan (Beschikking) misalnya.
Atau ada pula aturan yang bersifat untuk umum dan tertulis, namun karena
dikeluarkan oleh suatu organisasi maka hanya berlaku untuk intern anggotanya
saja. Dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945, misalnya
dapat disebutkan bentuk perundang-undangan, yang jelas-jelas memenuhi tiga
kriteria di atas adalah “Undang-undang”. Tempat (Lokus) Proses dan Teknik
Penyusunan Perundang-undangan dalam Kerangka Keilmuan Tempat (lokus) Proses dan
Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dalam kerangka ilmu, dapat
diketahui dari pandangan Krems yang memperkenalkan cabang ilmu baru yang
disebut Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Gesetzgebungswissenschaft) yang
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang interdisipliner tentang pembentukan
hukum Negara. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan ini oleh Krems dibagi dua
yaitu:
1.
Ilmu Perundang-undangan dan.
2.Teori
Perundang-undangan
Ilmu Perundang-undangan dibaginya menjadi
tiga bagian yaitu:
a.
Proses perundang-undangan.
b.
Metode perundang-undangan dan.
c.
Teknik perundang-undangan.
Berdasarkan pandangan Krems inilah kita dapat
menyimpulkan bahwa mata kuliah ini merupakan bagian dari Ilmu
Perundang-undangan, sedangkan ilmu perundang-undangan, menurut Krems, Maihofer,
dan van der Velden, termasuk dalam cabang Ilmu Hukum dalam arti luas.
Mengenai hubungan antara mata kuliah ini
dengan disiplin ilmu lain pertama penting dikemukakan pandangan F. Isjwara,
bahwa ilmu tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kotak-kotak yang terpaku mati
(compartementization). Oleh karena itu tidak mungkin ilmu tersebut berdiri
sendiri terpisah satu sama lainnya tanpa adanya pengaruh dan hubungan. Demikian
halnya mata kuliah ini yang dipengaruhi dan mempunyai hubungan dengan disiplin
ilmu lain, terutama dengan cabang ilmu-ilmu sosial yang mempunyai objek
kehidupan ‘Negara’. Misalnya dengan Ilmu Politik, Ilmu Sosial, Ilmu Hukum, dan
juga dengan Ilmu Pemerintahan. Hubungannya adalah bahwa ilmu perundang-undangan
lebih sempit karena objeknya khusus tentang pembentukan peraturan hukum oleh
Negara, sedangkan ilmu perundang-undangan dikatakan lebih luas karena
menggunakan permasalahan, paradigma, dan metode dari disiplin ilmu-ilmu yang
lain. Karena itu Krems menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan perundang-undangan
(Gesetzgebungswissenchaft) secara eksplisit merupakan ilmu interdisipliner yang
berdiri sendiri.
Ilmu Perundang-undangan bersifat normatif
dengan orientasi pada melakukan perbuatan menyusun peraturan
perundang-undangan, karenanya bermanfaat memberikan bekal pengetahuan dan
kemampuan membuat peraturan perundang-undangan. Asas-asas Perundang-undangan.
Beberapa asas dalam perundang-undangan
adalah:
a. asas
Undang-undang tidak berlaku surut.
b. asas
Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula..
c. asas
Lex Specialis derogat Lex Generalis.
d. asas
Lex posteriore derogat lex priori (Udang-undang yang berlaku belakangan
membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu/lama).
e. asas
undang-undang tidak dapat diganggu gugat, asas ini misalnya secara tegas
dicantumkan dalam pasal 95 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara 1950.
Kaidah Hukum Peraturan Perundang-undangan. Menurut
teori perundang-undangan, penyusunan peraturan perundang-undangan meliputi dua
masalah pokok, yaitu:
1. Aspek
materiil/Substansial, berkenaan dengan masalah pengolahan isi dari suatu peraturan
perundang-undangan.
2. Aspek
Formal/Prosedural, berhubungan dengan kegiatan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang berlangsung dalam suatu negara tertentu..
Struktur Kaidah Hukum. Aturan hukum sebagai
pedoman perilaku yang dibuat oleh para pengemban kewenangan hukum memiliki
struktur dasar yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:
a. subjek
kaidah: menunjuk pada subjek hukum yang termasuk ke dalam sasaran penerapan
sebuah pengaturan.
b. objek
kaidah: menunjuk pada peristiwa-peristiwa atau perilaku apa saja yang hendak
diatur dalam aturan hukum tersebut.
c. operator
kaidah: menunjuk pada cara bagaimana objek kaidah diatur, misalnya menetapkan
keharusan atau larangan atas perilaku tertentu, memberikan suatu hak atau membebankan
kewajiban tertentu.
d. kondisi
kaidah: menunjuk pada kondisi atau keadaan apa yang harus dipenuhi agar suatu
aturan hukum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Aturan hukum yang dirumuskan dalam sebuah
peraturan perundang-undangan memiliki sifat-sifat tertentu yang dapat
digolongkan menjadi empat, yakni sifat umum abstrak, umum-konkret,
individual-abstrak, dan individual-konkret. Keempat sifat kaidah hukum ini
digunakan secara kombinatif dalam suatu peraturan perundang-undangan,
bergantung pada isi/substansi dari wilayah penerapan/jangkauan berlakunya
aturan hukum yang bersangkutan. Kombinasi sifat aturan hukum ini sebagian akan
ditentukan pula oleh jenis peraturan yang terdapat dalam hirarkhi peraturan
perundang-undangan. Makin tinggi tingkatan peraturan perundang-undangan, makin
abstrak dan umum sifatnya.
Berdasarkan pemahaman terhadap kaidah-kaidah
hukum, dapat diidentifikasi beberapa jenis kaidah hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Kaidah
Perilaku, adalah jenis kaidah yang menetapkan bagaimana kita harus atau boleh
berperilaku. Fungsinya untuk mengatur perilaku orang-orang dalam kehidupan
masyarakat.
2. Kaidah
Kewenangan, adalah jenis kaidah hukum yang menetapkan siapa yang berhak atau
berwenang untuk menciptakan dan memberlakukan kaidah perilaku tertentu.
Fungsinya adalah untuk menetapkan siapa yang berwenang untuk mengatur perilaku
orang, menentukan dengan prosedur bagaimana kaidah perilaku itu ditetapkan dan
sekaligus menentukan bagaimana suatu kaidah harus ditetapkan jika dalam suatu
kejadian tertentu terdapat ditidakjelasan.
3. Kaidah
Sanksi, adalah jenis kaidah yang memuat reaksi yuridis atau akibat-akibat hukum
tertentu jika terjadi pelanggaran atau ketidakpuasan terhadap kaidah tertentu.
Secara umum kaidah sanksi memuat kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.
4. Kaidah
Kualifikasi: adalah jenis kaidah yang menetapkan persyaratan-persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat melakukan perbuatan
hukum tertentu atau sebaliknya dibebaskan dari kewajiban untuk melakukan suatu
perbuatan hukum tertentu.
5. Kaidah
Peralihan, adalah jenis kaidah hukum yang dibuat sebagai sarana untuk
mempertemukan aturan hukum tertentu sebagai akibat kehadiran peraturan
perundang-undangan dengan keadaan sebelum peraturan perundang-undangan itu
berlaku. Kaidah peralihan ini fungsinya untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kekosongan hukum; menjamin kepastian dan memberi jaminan
perlindungan hukum kepada subjek hukum tertentu.
Landasan Hukum Peraturan Perundang-undangan
di Tingkat Pusat
Setiap perundang-undangan dalam sistem hukum Indonesia, disusun berdasarkan
landasan umum penyusunan perundang-undangan yaitu:
a. landasan
Filosofis, Pancasila sebagai Filsafah Bangsa (filosofische grondslaag).
b. landasan
Yuridis, dari mulai UUD 1945, Ketetapan MPR, dan Undang-undang.
c. landasan
Politis, setiap Kebijaksanaan yang dianut Pemerintah di bidang
Perundang-undangan.
Untuk
landasan hukum Peraturan perundang-undangan di tingkat Pusat, meliputi:
1. Undang-undang,
mempunyai landasan hukum Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan 21 UUD l945 Jo
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966.
2. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang, landasan hukumnya Pasal 22 UUD 1945 Jo
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966.
3. Peraturan
Pemerintah, mempunyai landasan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 Jo Ketetapan MPRS
Nomor XX/XPRS/1966.
4. Keputusan
Presiden, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Jo Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966.
5. Instruksi
Presiden, berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 berbagai jenis
Perundang-undangan lainnya sebagai Peraturan Pelaksanaannya diatur berdasarkan
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966.
Lembaga
dan Badan Pemerintahan Republik Indonesia
1. Lembaga-lembaga
Pemerintahan Republik Indonesia di Pusat meliputi: Lembaga Pemerintahan yang
pengaturannya terdapat dalam UUD 1945, seperti Presiden dan Wakil Presiden,
serta para Menteri sebagai pembantunya.
2. Di
samping itu dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan Presiden dapat
menetapkan badan/pejabat lain yang dapat membantu Presiden menyelenggarakan
pemerintahan negara, mereka itu ialah:
a. Pejabat
setingkat Menteri.
b. Lembaga
atau Badan Pemerintah Non-Departemen.
c. Direktorat
Jenderal Departemen.
d. Badan-badan
Negara seperti Pertamina.
3. Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat oleh Lembaga/Badan Pemerintah di Pusat adalah:
a. Peraturan
Pemerintah.
b. Keputusan
Presiden.
c. Instruksi
Presiden.
d. Peraturan
dan Keputusan Menteri.
e. Instruksi
Menteri
f. Keputusan/Peraturan
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
g. Keputusan/Peraturan
Pimpinan Badan Negara, dan
h. Peraturan
atau Keputusan Direktur Jenderal Departemen
4. Sedangkan
yang termasuk Lembaga Pemerintahan di Daerah, meliputi: Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang masing-masing dipimpin oleh
seorang Kepala Daerah. Pada satuan pemerintahan terendah kita juga mengenal
Pemerintahan Desa/Kelurahan yang sekarang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun l999,
yang dipimpin oleh Kepala Desa dan Kepala Kelurahan.
5. Perundang-undangan
yang dihasilkan oleh Badan atau Pejabat di daerah adalah:
a. Peraturan
Daerah Propinsi
b. Keputusan
Kepala Daerah Propinsi (Gubernur)
c. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
d. Keputusan
Kepala Daerah Kabupaten/Kota
e. Peraturan
Desa
f. Keputusan
Kepala Desa
Jenis-jenis Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia kita
mengenal banyak jenis peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh
Pejabat atau Badan yang mempunyai wewenang membuat perundang-undangan.
Meskipun telah diatur dalam Ketetapan MPR
Nomor III/MPR/2000, yang mencantumkan tata urutan peraturan perundangan, namun
dalam praktik kita mengenal jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
I.Perundang-undangan
di Pusat.
1. Undang-Undang
Dasar dan Ketetapan MPR (S).
2. Undang-Undang
3. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan
Pemerintah
5. Keputusan
Presiden
6. Keputusan
Menteri
7. Keputusan
Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen
8. Keputusan
Direktur Jenderal Departemen
9. Keputusan
Kepala Badan Negara
II.Perundang-undangan
di Daerah.
1. Peraturan
Daerah Provinsi
2. Keputusan
Gubernur
3. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
4. Keputusan
Bupati/Walikota
5. Peraturan
Desa dan Keputusan Kepala Desa
Fungsi Aturan Perundang-undangan dalam Sistem
Hukum Indonesia
1. Fungsi
Undang-undang Dasar, berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukkan
lembaga-lembaga negara, fungsi, dan hubungannya antara satu dengan yang lain,
mengatur hubungan antara Negara dengan warga negara, dan memuat cita-cita serta
tujuan Negara.
2. Ketetapan
MPR, pada dasarnya berfungsi mengatur tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara
Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
3. Fungsi
undang-undang adalah :
a. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 yang
tegas-tegas menyebutnya;
b. pengaturan
lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang tubuh Undang-undang
Dasar 1945;
c. pengaturan
Lebih lanjut dari Ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutkan;
d. pengaturan
di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara.
4. Fungsi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) pada dasarnya sama dengan
fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada Pembuatnya,
undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan DPR dalam keadaan normal
sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya adalah Undang-undang
dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa
5. Fungsi
Peraturan Pemerintah adalah :
a. pengaturan
lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya
b. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur
meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.
6. Fungsi
Keputusan Presiden yang berisi pengaturan adalah :
a. menyelenggarakan
pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas
menyebutnya.
c. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak
tegas-tegas menyebutkannya.
7. Fungsi
Keputusan Menteri adalah sebagai berikut:
a. menyelenggarakan
pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di
bidangnya (sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945).
b. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden.
c. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas
menyebutnya.
d. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas
menyebutnya.
8. Fungsi
Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen adalah:
a. menyelenggarakan
pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di
bidangnya.
b. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden. Merupakan
delegasian berdasarkan pasal 17 ayat (1) UUD 1945.
9. Fungsi
Keputusan Direktur Jenderal Departemen adalah:
a. menyelenggarakan
perumusan kebijakan teknis Keputusan Menteri.
b. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Menteri.
10. Fungsi
Keputusan Badan Negara adalah:
a. menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang mengatribusikan dan
Peraturan Pemerintah yang bersangkutan.
b. menyelenggarakan
secara umum dalam rangka penyelenggaraan fungsi dan tugasnya.
11. Fungsi
Peraturan Daerah Diatur dalam pasal 69 dan pasal 70. UU no. 22 Tahun 1999
12. Fungsi
Keputusan Kepala Daerah adalah menyelenggarakan pengaturan dalam rangka pelaksanaan
Peraturan Daerah yang bersangkutan dan tugas-tugas pemerintahan.
13. Fungsi
Keputusan Desa adalah mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
penyelenggaraan pemerintahan desa, yang dibuat oleh Kepala Desa setelah
mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa. Sedangkan Keputusan Kepala Desa
berfungsi sebagai pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan kebijaksanaan
kepala desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa.
Proses Penyusunan Perundang-undangan di Pusat.
Pembahasan tentang proses penyusunan perundang-undangan di Pusat dapat disimpulkan
beberapa hal, yaitu:
1. Setiap
bentuk/jenis peraturan perundang-undangan mempunyai prosedur penyusunannya
masing-masing. Penyusunan produk hukum MPR berupa Ketetapan MPR meliputi
persiapan Rancangan Ketetapan/Keputusan yang disiapkan oleh Badan Pekerja
hingga dilakukannya pembahasan dalam Sidang MPR yang mempunyai 4 tingkatan
pembahasan/pembicaraan. Hal ini diatur khusus dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
2. Proses
penyusunan undang-undang, Perpu dan Peraturan Pemerintah meliputi: Proses
persiapan rancangan Undang-undang, Perpu dan Peraturan Pemerintah oleh
Pemerintah, lalu pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat dengan 4 tingkatan,
kemudian penandatanganan oleh Presiden, dan Pengundangan oleh Menteri
Sekretaris Negara. Demikian diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun
1998 dan Keputusan DPR Nomor 16/DPR-RI/I/1999-2000.
Proses Penyusunan Perundang-undangan di
Daerah. Proses penyusunan peraturan perundang-undangan di Daerah termasuk
Pemerintahan Desa, berdasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah. Undang-undang tersebut menunjuk lebih lanjut pada peraturan Menteri
Dalam Negeri untuk mengatur proses perundang-undangan.
Proses penyusunan Peraturan Daerah, meliputi:
a. Usul
inisiatif atau Rancangan Peraturan Daerah disampaikan kepada Ketua DPRD untuk
selanjutnya diteruskan kepada Panitia Musyawarah DPRD untuk menentukan hari
atau waktu persidangan
b. Rancangan
Peraturan Daerah diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada anggota DPRD
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari persidangan
c. Kepala
Daerah atau anggota DPRD yang mengusulkan (pemrakarsa), menyampaikan Rancangan
Peraturan Daerah itu secara resmi pada Sidang Pleno DPRD
d. Para
anggota DPRD mengajukan pendapat setuju, menolak, atau mengusulkan perubahan
atas Rancangan Peraturan Daerah itu.
e. Apabila
dipandang perlu atas permufakatan Kepala Daerah dengan DPRD dapat dibentuk
Panitia Khusus untuk merumuskan isi redaksi atau pun bentuk Rancangan Peraturan
Daerah
f. Rancangan
yang telah mendapat persetujuan dari DPRD ditandatangani oleh Kepala Daerah
untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dan sebagai pernyataan persetujuan
dari DPRD, Ketua DPRD turut serta menandatangi Peraturan Daerah tersebut. Proses
Pembuatan Keputusan Kepala Daerah, sepenuhnya merupakan wewenang Kepala Daerah
yang bersangkutan, umumnya disiapkan oleh Biro Hukum Pemerintah Daerah
setempat.
Peraturan Desa dibuat oleh Kepala Desa dengan musyawarah Badan Perwakilan Desa,
dan tidak perlu mendapatkan persetujuan Bupati/Walikota, tetapi wajib
disampaikan kepadanya selambat-lambatnya dua minggu setelah ditetapkan dengan
tembusan kepada Camat. Sedangkan Keputusan Kepala Desa dibuat oleh Kepala Desa
tanpa perlu persetujuan siapa pun, fungsinya untuk menjalankan Peraturan Desa.
Pengundangan dan Daya Ikat Peraturan
Perundang-undangan Pengertian Pengundangan ialah pemberitahuan secara formal
suatu peraturan negara dengan penempatannya dalam suatu penerbitan resmi yang
khusus untuk maksud itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan
pengertian pengumuman adalah pemberitahuan secara material suatu peraturan
negara kepada khalayak ramai dengan tujuan utama mempermaklumkan isi peraturan
tersebut seluas luasnya. Tempat pengundangan peraturan perundang-undangan yaitu
Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara dan Tambahan Berita
Negara.
Pengundangan atau pengumuman dalam LN atau BN
merupakan syarat formal untuk mempunyai kekuatan mengikat dari perundang
undangan. Maksudnya, apabila sudah diundangkan dalam Lembaran Negara atau
diumumkan dalam Berita Negara maka perundang undangan tersebut mempunyai
kekuatan mengikat. Setelah diundangkan atau diumumkan secara resmi tersebut,
maka orang.dianggap sudah tahu isinya.
Rangka Dasar Peraturan Perundang-undangan. Pada
bagian ini dikemukakan tentang rangka dasar yang memuat bagian-bagian penting
yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan dengan merujuk pada
ketentuan dalam Lampiran I Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang
Teknik Penyusunan Perundang-undangan. Kerangka peraturan perundang-undangan
terdiri atas:
1. Judul
2. Pembukaan
3. Batang
Tubuh.
a. Ketentuan
Umum
b. Ketentuan
yang mengatur materi muatan
c. Ketentuan
Pidana
d. Ketentuan
Peralihan
e. Ketentuan
Penutup
4. Penutup
5. Penjelasan
(jika diperlukan)
6. Lampiran
(jika diperlukan)
Penjelasan Peraturan Perundang-undangan. Penjelasan
merupakan suatu penafsiran/penjelasan resmi yang dibuat oleh pembentuk
peraturan perundang-undangan untuk mengetahui maksud latar belakang peraturan
perundang-undangan itu diadakan, serta untuk menjelaskan segala sesuatu yang
dipandang masih memerlukan penjelasan. Naskah Penjelasan peraturan
perundang-undangan, harus disiapkan bersama-sama dengan Rancangan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
Penamaan dari Penjelasan suatu peraturan
perundang-undangan, ditulis sesuai dengan nama peraturan perundang-undangan
yang dijelaskan. Dalam praktik peraturan perundang-undangan di Indonesia
biasanya mempunyai dua macam Penjelasan yaitu:
1. Penjelasan
Umum berisi penjelasan yang bersifat umum, misalnya latar belakang pemikiran
secara sosiologis, politis, budaya, dan sebagainya, yang menjadi pertimbangan
bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut.
2. Penjelasan
Pasal demi Pasal, merupakan penjelasan dari pasal-pasal peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan. Penjelasan pasal demi pasal hendaknya
dirumuskan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Isi
penjelasan tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang
tubuh;
b. Isi
penjelasan tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh;
c. Isi
penjelasan tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam
batang tubuh;
d. Isi
penjelasan tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat
di dalam Ketentuan Umum.
e. Apabila
suatu pasal tidak memerlukan penjelasan, hendaknya diberikan keterangan “Cukup
Jelas”. Jika Lembaran Negara digunakan sebagai tempat mengundangkan “isi” atau
teks peraturan perundang-undangan, maka Tambahan Lembaran Negara untuk memuat
Penjelasan Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, dan
Peraturan Pemerintah.
Perubahan Peraturan Perundang-undangan. Perubahan
suatu peraturan perundang-undangan adalah kegiatan yang meliputi:
a. Menambah
atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang
sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, Ayat, maupun
perkataan, angka, huruf, tanda baca, dan lain-lainnya.
b. Mengganti
suatu ketentuan dengan ketentuan lainnya, baik yang berbentuk Bab, Bagian,
Paragraf, Pasal Ayat, maupun perkataan, angka, huruf, tanda baca, dan
lain-lainya. Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu peraturan
perundang-undangan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah: perubahan suatu
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Badan atau Pejabat yang berwenang
membentuknya, berdasarkan prosedur yang berlaku, dan dengan suatu peraturan perundang-undangan
yang sejenis. perubahan suatu peraturan perundang-undangan diharapkan dilakukan
secara baik tanpa merubah sistematika dari peraturan perundang-undangan yang
dirubah dalam suatu perubahan peraturan maka di dalam perumusan, penamaan,
hendaknya disebut peraturan perundang-undangan mana yang diubah dan perubahan
yang dilakukan itu adalah perubahan yang ke berapa kalinya.
Sumber
buku judul Proses dan Teknik Penyusunan Perundang-undangan karya Nandang
Alamsyah Deliarnoor, SH Ratna Nurhayati, SH. Baca Tulisan Lain
Komentar
Posting Komentar