PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION)
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION)
Oleh: Muhammad Syahrum.
Tinjauan umum Civic
Education
Menurut Zamroni
Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic Education adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada
generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang
paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
Sementara
itu menurut Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan yang
membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule
of law, hak dan kewajiban warganegara, proses demokrasi, partisipasi aktif
dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang
lembaga-lembaga dan system yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik,
administrasi public dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti
kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan
sosial, pengertian antar budaya dan kelestarian lingkungan hidup serta hak
asasi manusia.
Jadi,
pendidikan kewargaan dan pendidikan kewarganegaraan pada satu sisi identik,
akan tetapi pada sisi yang lain, istilah pendidikan kewargaan secara substantif tidak saja mendidik
generasi muda menjadi warganegara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah pendidikan kewarganegaraan, melainkan juga membangun
kesiapan warganegara menjadi warga dunia (global Society).
Civic
education dapat diartikan juga sebagai pendidikan kewarganegaraan yang memiliki
paradigma baru, yaitu pendidikan kewarganegaraan berbasis Pancasila.
TUJUAN CIVIC EDUCATION
Berdasarkan
keputusan DIRJEN DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan
dirumuskan dalam visi, misi dan kompetensi sebagai berikut:
a.
Visi: merupakan sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
b.
Misi: Untuk membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya,agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai
Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air, menerapkan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Tujuan civic
education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab
dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal, maupun nasional.
Partisipasi warga negara dalam masyarakat demokratis, harus didasarkan pada
pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan akan hak-hak serta
tanggung jawab. Partisipasi semacam itu memerlukan:
1.
penguasaan
terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu,
2.
pengembangan
kemampuan intelektual dan partisipatoris,
3.
pengembangan
karakter atau sikap mental tertentu, dan
4.
komitmen
yang benar terhadap nilai dan prisip fundamental demokrasi.
Dalam civic education mengembangkan tiga
komponen utama:
1.
pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge),
2.
kecakapan
kewarganegaraan (civic skills), dan
3.
watak-watak
kewarganegaraan (civic dispositions).
Civic Education dituntut mampu memberdayakan
warganegara untuk dapat membuat pilihan yang bijak dan penuh dengan kesadaran
dari berbagai alternatif yang ditawarkan, memberikan pengalaman-pengalaman dan
pemahaman yang dapat memupuk berkembangnya komitmen yang benar terhadap
nilai-nilai dan prinsip yang memberdayakan sebuah masyarakat bebas untuk tetap
bertahan.
Ace Suryadi
mengatakan bahwa Civic Education
menekankan pada empat hal :
Pertama,Civic Education bukan
sebagai Indoktrinasi politik, Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat
indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education
seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang
berkaitan secara langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis
sebagai pelaku-pelaku pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
Kedua,Civic Education
mengembangkan state of mind,
pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang
cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada
pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara
sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi.Demokrasi
dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta
kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan
lingkungan.Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem
politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah
yang mereka lakukan adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan
mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi
pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan
nalar dan logika. Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial
dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses
itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional,
emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial
dalam masyarakat.
Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku
demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui
penerapan cara hidup berdemokrasi (doing
democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa
diharapkan akan seceptnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Civic
education dapat memberikan nilai-nilai demokrasi dengan tujuan :
Pertama, Dapat memberikan sebuah gambaran
mengenai hak dan kewajiban warga negara sebagai bagian dari integral suatu
bangsa dalam upaya mendukung terealisasinya proses transisi menuju demokrasi,
dengan mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM dan civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, Menjadikan warga negara yang baik (good citizen) menuju kehidupan berbangsa
dan bernegara yang mengedepankan semangat demokrasi keadaban, egaliter serta
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
Ketiga, Meningkatkan daya kritis masyarakat
sipil.Keempat, Menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat sipil secara
aktif dalam setipa kegiatan yang menunjang demokratisasi, penegakan HAM dan
perwujudan civil society.
Kompetensi, Landasan Ilmiah, dan Landasan Hukum Civic
Education
Adapun
kompetensi yang diharapkan dalam dari mata kuliah Civic Education:
1.
agar
mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen
terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
2.
agar
mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai
tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
3.
agar
mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan
konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan
nilai-nilai universal.
4.
agar
mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM,
dan demokrasi.
5.
agar
mahasiswa mampu memeberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan
kebijakan publik.
6.
agar
mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).
7.
Akhirnya dapat menjadi ilmuan dan
profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air demokratis, berkeadaban.
Sedangkan yang menjadi Landasan Ilmiah dan Landasan
Hukum dalam Civic Education:
a.
Landasan Ilmiah
Secara
ilmiah pendidikan kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya baik dilihat dari sisi pemikiran, objek pembahasan, rumpun
keilmuan dan metodologi pembahasan.
b.
Landasan Hukum
a. UUD 1945.
1)
Pembukaan UUD’45 alinea kedua dan
keempat yang memauat cita-cita dan
tujuan bangsa;
2)
Pasal
27 ayat 1 mengenai persamaan kedudukan dalam hukum;
3)
Pasal
30 ayat 1 mengenai kewajiban bela negara;
4)
Pasal 31 ayat 1 mengenai hak
mendapatkan pengajaran.
b.Tap MPR
No. II/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
c. Undang-undang No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pertahanan keamanan Negara Republik Indonesia.
d. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Adapun
tujuan Pendidikan kewargaan sebagaimana ditulis oleh Tim Indonesian Center for
Civic Education (ICCE) UIN Jakartadalam bukunya yang berjudul Demokrasi,
hak asasi manusia dan masyarakat madani
adalah:
1.
Menjadikan warga yang baik dan
demokratis
2.
Membentuk kecakapan partisipatif
yang bermutu dan bertanggung jawab
3.
Menghasilkan warga yang berpikir
komprehensif, analitis dan kritis
4.
Mengembangkan kultur demokrasi
5.
Membentuk mahasiswa menjadi good
and responsible citizen
IDENTITAS NASIONAL
Konsep dasar
Identitas Nasional
Secara
etimologis identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan “Nasional”.Kata
identitas berasal dari Bahasa inggris identity yang memiliki pengertian
harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau
sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata “nasional” merujuk pada
konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada kelompok-kelompok persekutuan hidup
manusia dari sekedar pengelompokan berdasarkan ras, agama,budaya, bahasa dan
sebagainya.
Kata
nasional tidak bias dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.
Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan di mana kesetiaan
seseorang total diabdikan langsung kepada Negara bangsa atas nama sebuah
bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alt perjuangan
bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.Semangat nasionalisme
dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebuah metode
perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan siapa kawan.
Unsur- unsur
Pembentukan Identitas Nasional
Unsur- unsur
Pembentukan Identitas Nasional adalah:
1.
Suku Bangsa, yaitu golongan sosial
yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya
dengan golongan umur dan jenis kelamin.
2.
Agama;
3.
Kebudayaan, yaitu pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau
model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi
dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak.
4.
Bahasa, dipahami sebagai system
perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan
sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Faktor pendukung Kelahiran Identitas nasional
1.
Ramlan
Surbakti (1999) menyatakan faktor-faktor pembentukan identitas nasional adalah
sebagai berikut:
a.
Primordial. Yang
meliputi ikatan kekerabatan, kesamaan
suku bangsa, daerah asal, bahasa, dan adat istiadat. Contoh,
bangsa Yahudi membentuk negara Israel
b.
Sakral, berupa
kesamaan agama yang dipeluk
masyarakat atau idiologi doktriner yang
diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.
Contoh negara Uni Sovyet diikat oleh
kesamaan idiologi komunis.
c.
Tokoh.
Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat
pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa-negara. Contoh Mahatma Ghandi di
India, Tito di Yugoslavia, Nelsen Mandella di Afrika Selatan, dan Soekarno di
Indonesia.
d.
Bhineka tunggal Ika. Prinsip
bhineka tunggal ika pada dasarnya adalah kesedian warga bangsa untuk bersatu
dalam perbedaan. Yang disebut bersatu dalam perbedaan adalah kesedian warga
bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut negara dan pemerintahnya, tanpa
menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras dan agamanya.
e.
Sejarah. Persepsi
yang sama di antara warga masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan
diri dalam satu bangsa. Persepsi yang sama tentang masa lalu, seperti sama-sama
menderita karena penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas tetapi juga
melahirkan tekat da tujuan yang sama antar anggota masyarakat itu.
f.
Perkembangan Ekonomi.
Perkembangan ekonomi akan melahirkan spesialisasi pekerjaan dan profesi sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan variasi kebutuhan
masyarakat, semakin saling bergantung di antara jenis pekerjaan. Kondisi ini
akan melahirkan solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.
g.
Kelembagaan.
Lembaga-lembaga tersebut antara lain lembaga birokrasi, angkatan bersenjata,
pengadilan da partai politik. Kerja dan perilaku lembaga politik dapat
mempersatukan orang sebagai satu bangsa.
2. Robert de Ventos dalam Suryono (2002) mengemukakan empat faktor penyebab
munculnya identitas nasional sebagai berikut:
a.
Faktor
primer yang mencakup etnisitas, teritorial, bahasa,agama dan yang sejenisnya.
b.
Faktor
pendorong yang meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi.
c.
Faktor
penarik yang meliputi kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional.
d.
Faktor
reaktif yang meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif
melalui memori kolektif rakyat.
Beberapa
bentuk identitas nasional Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Bahasa
Nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
b.
Bendera
negara yaitu Sang Merah Putih.
c.
Lagu
kebangsaan yaitu Indonesia Raya.
d.
Lambang
negara yaitu Garuda Pancasila.
e.
Semboyan
negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
f.
Dasar
falsafah negara yaitu Pancasila.
g.
Konstitusi
(hukum dasar) negara yaitu UUD 1945.
h.
Bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
i.
Konsepsi
wawasan Nusantara.
j.
Kebudayaan
daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.
Integrasi
Nasional: Penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu
keseluruhan yang lebih uth atau memadukan masyarakat masyarakat kecil yang
banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
NEGARA DAN WARGA NEGARA
Konsep Negara
Negara
merupakan terjemahan dari kata asing yaitu state (bahasa Inggris), staat(bahasa
Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa prancis). Ketiga kata tersebut
diambil dari bahasa latin yaitu status dan statum yang artinya
menempatkan dalam keadaan berdiri, membuar berdiri, dan menempatkan. Dapat pula
diartikan sebagai suatu keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memilki
sifat yang tegak dan tetap.
Menurut
Kamus Besar Bahasa indonesia negara memunyai dua pengertian berikut. Pertama,
negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati rakyatnya.Kedua, negara adalah kelompok sosial yang
menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga
politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat
sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Pengertian negara menurut beberapa ahli atau pakar
kenegaraan:
a.
Max Weber mengartikan
Negara sebagai suatu masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara syah dalam suatu wilayah.
b.
Mr.
Kranenburg mendefinisikan Negara sebagai organisasi yang timbul
karena kehendak dari sutu golongan atau bangsa sendiri.
c.
Georg
Jellinek. Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekolompok manusia yang telah
berkediaman di wilayah tertentu.
d.
Kranenburg. Negara
adalah organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau
bangsanya sendiri.
e.
Roger F.
Soultau. Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
f.
Soenarko. Negara
adalah organisasi kekuasan masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya.
g.
George
Wilhelm Fredrich Hegel. Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul
sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
h.
R.
Djokosoetono. Negara ialah suatu organisasi masyarakat atau
kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
i.
Jean Bodin. Negara
adalah suatu persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpiN
oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat.
j.
Mirriam
Budiardjo. Negara adalah suatu daerah toritorial yang rakyatnya diperintah oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada
perundangan melalui penguasaan kontrol dari kekuasaan yang sah.
Paradigma teoritik Islam tentang Negara:
a.
Paradigma
tentang teori khilafah (sesudah Rasulullah), yang terjadi pada masa Khulafa
al Rasyidin
b.
Paradigma
tentang teori Imamah dalam paham Syi’ah.
c.
Paradigma
tentang teori Imamah atau pemerintahan
Teori
Khilafah menurut Amien Rais dipahami sebagai suatu misi umat Islam yang harus
ditegakkan di muka bumi ini untuk kemakmuran sesuai dengan petunjuk dalam
peraturan Allah SWT.Sedangkan Imamah dalam Al-Qur’an (pengertian Negara dalam
al-Qur’an) tidak tertulis, tapi jika yang dimaksud disini adalah pemimpin,
al-Qur’an menjelaskan bagaimana hubungan pemimpin dengan warganya serta sebaliknya
serta bagaiman sikap pemimpin yang baik.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan secara sederhana, bahwa Negara
adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat
yang berhak menuntut dari warganya untuk taat pada peraturan perundang-undangan
melalui penguasa monopolistis dari kekuasaan yang sah. (Budianto, Tata
Negara; 2000)
Unsur-unsur negara
1.
Rakyat. Yaitu
orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara
dan mendukung negara yang bersangkutan.
2.
Wilayah. Yaitu
daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat
negara.
3.
Pemerintahan yang berdaulat. Yaitu
adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan
pemerintahan di negara tersebut.
Teori Terjadinya Negara
Beberapa
teori terjadinya negara secara teoritis adalah sebagai berikut:
1.
Teori hukum alam. Menurut
teori hukum alam terjadinya negara adalah sesuatu yang alamiah. Bahwa sesuatu
itu berjalan menurut hukum alam, yaitu mulai dari lahir, berkembang, mencapai
puncaknya, layu dan akhirnya mati. Negara terjadi secara alamiah, bersumber
dari manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berkumpul dan
saling berhubungan untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
2.
Teori Ketuhanan. Teori ini
muncul setelah lahirnya agama-agama besar di dunia yaitu Islam dan Kristen.
Menurut teori ketuhanan, terjadinya negara adalah karena kehendak Tuhan,
didasari kepercayaan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan terjadi atas
kehendak Tuhan. Tuhan memiliki kekuasaan mutlak di dunia. Negara dianggap
penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para raja atau penguasa merupakan titisan
Tuhan atau wakil Tuhan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan
menyelenggarakan pemerintahan.
3.
Teori Perjanjian. Teori
perjanjia muncul sebagai reaksi atas teori hukum alam dan teori Ketuhanan.
Tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu.
Menurut teori perjanjian negara terjadi sebagai hasil perjanjian antar
manusia/individu.Manusia berada dalam dua keadaan, yaitu keadaan sebelum
bernegara dan keadaan setelah bernegara. Negara pada dasarnya adalah wujud
perjanjian dari masyarakat sebelum bernegara tersebut untuk kemudia menjadi
masyarakat bernegara.
Proses Terjadinya Negara di Zaman Modern
·
Penaklukan
·
Peleburan
·
Pemecahan
·
Pemisahan
·
Perjuangan atau revolusi
·
Penyerahan atau pemberian
·
Pendudukan atas wilayah yang belum
ada pemerintahan sebelumnya.
Fungsi Dan Tujuan Negara
Setiap
Negara disamping memilki tujuan dan fungsi yang berhubungan erat dengan tujuan.
Hal-hal yang harus dilakukan oleh Negara adalah:
·
Melaksanakan ketertiban untuk
mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan dalam masyarakat.
·
Mengusahakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya.
·
Mengusahakan pertahanan untuk
menjaga kemungkinan serangan dari luar.
·
Menegakkan keadilan yang
dilaksanakan yang dilaksanakan melalui badan peradilan. (Budiyanto, Tata
Negara; 2000).
Sedangkan
dikalangan para tokoh sendiri belum ada persamaan-persamaan mengenai fungsi
Negara, yaitu sebagai berikut:
a.John
Locke, fungsi Negara, yaitu:
1)
Fungsi Legislatif, untuk
membuat peraturan.
2)
Fungsi eksekutif, untuk melaksanakan
peraturan
3)
Fungsi Federatif, untuk mengurusi
urusan luar negeri dan urusan perang dandamai
b.
Montesqueiu., ada tiga fungsi Negara, yaitu:
1)
Fungsi Legislatif, membuat
undang-undang.
2)
Fungsi Eksekutif, Melaksanakan UU.
3)
Fungsi Yudikatif, Mengawasi agar
semua peraturan ditaati (Trias Politika).
c. Van volen
Hoven, ada empat fungsi:
1)
Regelin, membuat peraturan.
2)
Bestuur, menyelenggarakan
pemerintahan.
3)
Rech spraah, mengadili.
4)
Politie, ketertiban dan keamanan
d. Good Now,
dua fungsi Negara:
1)
Policy
Making , membuat kebijaksanaan Negara dalam waktu tertentu untukseluruh
masyarakat.
2)
Policy
executing, membuat kebijaksanaan yang harus dijalankan untuk mencapai Policy Making
e. Menurut
Mirriam Budiardjo,fungsi pokok negara adalah sbb:
1)
Melaksanakan penertiban untuk
mencapai tujua bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat.
2)
Mengusahakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya.
3)
Pertahanan.
4)
Menegakkan keadilan
Tujuan Negara
Tujuan
Negara dapat bemacam-macam antara lain:
a)
Memperluas kekuasaan semata
b)
Menyelenggarakan ketertiban umum
c)
Mencapai kesajahteraan umum
Adapun
tujuan Negara, menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a.
Roger H. Soltau. Tujuan
negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya
ciptanya sebebas mungkin.
b.
Harold. J.
Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan di mana rakyatnya mencapai
terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
c.
Plato. Tujuan
negara adalah memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun
sebagai makhluk sosial.
d.
Thomas
Aquino dan Agustinus. Untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan
tentram dengan taat kepada pimpinan Tuhan.
Bentuk Negara Dan Pemerintahan
Ada beberapa
teori tentang terbentuknya Negara, yaitu:
a. Teori
kontrak sosial (social contract), beranggapan bahwa negara dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat
b. Teori
Ketuhanan, yaitu Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negar
ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemipin Negara hanya bertanggung jawab
pada Tuhan dan tidak pada siapapun.
c. Teori
Kekuatan, Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat
terhadap kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan
pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang
lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan
Negara.
d. Teori
Organis, Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau
binatang. Individu yang merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai
sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan korporal dari Negara dapat disamakan
sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf , raja
sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu.
e. Teori
histories, lembaga-lembaga social tidak dibuat, tetapi tumbuh secara
evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Bentuk-bentuk Negara
Bentuk
Negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu Negara kesatuan (Unitarisme)
dan Negara serikat (federasi).
a.
Negara
kesatuan, nerupakan bentuk Negara yang merdaka dan berdaulat, dengan satu
pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah.
b.
Negara
serikat, kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas negaras bagian,
karena ia berhubungan langsungdengan rakyatnya. Sementara Negara federasi
bertugas untuk menjalnkan hubungan luar negeri, pertahanan Negara, keuangan dan
urusan pos.
Dilihat dari
sisi jumlah orang yang memerintah dalam sebuah Negara, maka bentuk Negara
terbagi dalam empat kelompok, yaitu:
a. Monarchie (kerajaan,kesultanan,
kekasisaran) ialah negara yang dikepalai oleh seorang raja, dan bersifat turun temurun
dan menjabat untuk seumur hidup. Monarchie terbagi menjadi beberpa macam:
·
Monarchie
mutlak (absolut) yaitu seluruh kekuasaan negara berada di tangan raja, raja
mempunyai kekuasaan dan wewenang tidak terbatas. Perintah raja merupakan
undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak rakyat.
Contoh Prancis di bawah Louis XIV dan Louis XVI. Spanyol di bawah Raja Phillip
II, Rusia di bawah Tsar Nicholas.
·
Monarchie
terbatas (monarchie dengan Undang-undang) adalah monarchie di mana kekuasaan raja
dibatasi oleh konstitusi (UUD).
·
Monarchie
Parlementer adalah suatu monarchie di mana terdapat suatu
parlemen (DPR). Terhadap dewan para menteri baik perseorang maupun secara
keseluruhan mempertanggung jawabkan pemerintahannya. Raja selaku kepala negara
hanya merupakan lambang kesatuan negara yang tidak dapat diganggu-gugat dan
tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Yang bertanggungjawab atas kebijakan
pemerintah adalah para menteri. Contoh Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris.
b. Republik. Berasal
dari bahasa latinRespublica yang artinya kepentinga umum, ialah negara dengan
pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala negara
yang dipili dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu (misalnya
USA selama 4 tahun, Indonesia selama 5 Tahun). Seperti halnya negara monarchie,
negara republik terdiri atas republik mutlak, republik konstitusional dan
republik parlementer yang sistemnya sama seperti monarchie hanya saja kepala
negaranya seorang presiden bukan raja. Contoh Romawi Kuno, Yunani Kuno dan
Swiss.
c. Aristokrasi
(Oligarki) ialah negara dengan pemerintahan yang pimpinan tertingginya terletak di
tangan beberapa orang, biasanya dari golongan feodal, golongan yang berkuasa.
Beberapa negara Aristokrasi antara lain, Pertama, berdasarkan kelahiran
(bangsawan) dan hak milik tanah (Negara Inggris abad ke-18, Negara-negara
Yunani Purba). Kedua, berdasarkan kelas militer (Negara Prancis di masa
Napoleon). Ketiga, berdasarkan kelas kepadrian/kesukuan (Negara Persia
Lama). Keempat, berdasarkan birokrasi
d.
Demokrasi ialah suatu
negara dengan pemerintahan yang pimpinan tertingi terletak di tangan rakyat.
Untuk mewujudkan negara demokrasi diperlukan beberapa persayaratan antara lain:
·
Harus
didukung oleh persetujuan umum;
·
Hukum yang
berlaku dibuat oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui referendum yang luas atau
melalui pemilu;
·
Kepala
negara dipilih langsung atau tidak langsung melalui pemilu dan bertanggung
jawab kepada dewan legislatif;
·
Hak pilih
aktif diberikan kepada sejumlah besar rakyat atas dasar kesederajatan;
·
Jabatan-jabatan
pemerintah harus dapat dipangku oleh segenap
lapisan rakyat.
Sistem Pemerintahan
a. Sistem
Parlementer, merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara
eksekutif dan legislatif sangat erat. Hal ini disebabkan adanya pertanggung
jawaban para menteri terhadap parlemen.Maka setiap kabinet yang dibentuk harus
memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen.
Adapun
ciri-ciri umum sistem pemerintahan parlementer antara lain:
1). Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau atas
dasar kekuatan yang menguasai parlemen;
2). Raja/Ratu atau Presiden adalah sebagai kepala negara, dia tidak
bertanggung jawab atas segala kebijakan yang diambil oleh kabinet;
3). Para anggota kabinet mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak
seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen;
4). Kabinet dengan ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen
(Legislatif);
5). Dengan saran atau nasihat Perdana menteri kepala negara dapat
membubarkan parlemen;
6). Kekuasaan kehakiman secara prinsipil tidak digantungkan kepada lembaga
eksekutif danlegislatif, hal ini untuk mencegah intimidasi dan intervensi dari
lembaga lain.
b. Sistem
Presidensial, adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif
tidak bertanggung jawab kepada bada perwakilan rakyat, dengan kata lain
kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan (langsung) parlemen.
Secara umum pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1). Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin
kabinetnya yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya.
2). Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilih oleh
sejumlah pemilih. Oleh karena itu ia bukan bagian dari badan legislatif seperti
dalam sistem pemerintahan parlementer.
3). Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak
dapat dijatuhkan oleh badan legislatif.
4). Sebagai imbangannya, presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.
c. Sistem
Pemerintahan Quasi pada hakekatnya merupakan bentuk variasi dari sistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini
disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda sehingga melahirkan bentuk-bentuk
semuanya.
d. Sistem Pemerintahan
Referendum merupakan bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensial) dan sistem
presidensiil murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah pengawasan
rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk
referendum.
HUBUNGAN
AGAMA DAN NEGARA
Mengapa Manusia Perlu Beragama?
Tanpa agama, manusia tidak akan dapat mengetahui
norma-norma universal, Tanpa agama, manusia tidak akan dapat mengetahui hal –
hal yang berkaitan dengan kehidupan di alam supra natural.
Agama dapat di kategorikan dua macam, yaitu agama
samawi dan agama bukan samawi atau yang sering di sebut agama ardli.Agama
Islam, Kristen, dan Yahudi adalah agama-agama samawi, yaitu yaitu agama yang
diyakini sebagai agama yang diwahyukan kepada nabi dan rasul-Nya untuk di
sampaikan kepada umatnya. Sedangkan agama -agama seperti Hindu, Budha, dan
Konghucu adalah agama yang tidak di turunkan oleh Tuhan kepada nabi atau
rasul-Nya untuk disampaikanan kepada umatnya, tapi agama – agama itu adalah
ciptaan manusia. Agama-agama yang di sebutkan terakhir itu adalah contoh dari
agama bukan samawi, atau agama ardli.
Manusia beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari
agama itu.Manusia memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidupnya di
dunia dan akhirat.Dengan agama manusia juga bisa mendapatkan nilai-nilai moral
yang universal, dan hal – hal yang tidak dapat dicapai dengan akal
semata.Mungkinkah manusia hidup secara lebih baik tanpa agama?Jika manusia
beragama.Apakah juga perlu manusia bernegara.
Mengapa Manusia Perlu Bernegara?
Bayangkan, bila suatu kelompok masyarakat tidak
mempunyai negara, apa yang akan terjadi? Bagaiman bila tidak ada wilayah, tidak
ada pemerintah , tidak ada kepala negara? Apakah dalam kondisi seperti itu,
masyarakat tadi dapat hidup dengan teratur?Dapatkah nereka menjalankan aturan
bersama?Dapatkah mereka melakukan aktivitas hidup dengan tertib?
Mengapa manusia perlu bernegara tanpaknya perlu
disimpulkan bahwa manusia tidak akan dapat hidup dengan teratur tanpa adanya
negara. Mereka juga tidak akan hidup tertib dan menjamin keamanan bersama,
tanpa adanya negara. Tanpa adanya wilayah, ketertiban umum bagi masyarakat juga
tidak mungkin terjamin.
Bagaimana Hubungan Agama dan Negara
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan
perdebatan yang terus berkelanjutan di kalanga para ahli.Pada hakekatnya negara
merupakan persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat manusia sebagai
mahluk individu dan mahluk sosisal.
Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga Negara,
adalah juga makhluk Tuhan.Sebagai mahluk sosial, manusia mampunyai kebebasan
untuk memenuhi dan memenifestasikan kodrat kemanusiaannya.Namun, sebagai
mahkluk Tuhan, manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada Nya dalam
bentuk apapun yang di ajarkan agama atau keyakinan yang di anutnya.
Keyakinan Manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan
agama dan negara dalam kehidupan manusia.Berikut di uraikan beberapa contoh
perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham.
Hubungan
Agama dan Negara Menurut beberapa Paham
a. Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan Negara
digambarkan sebagi dua hal yang tidak dapat di pisahkan.Menurut sejarah, dalam
perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi kaisar mereka, karena
menurut mereka, kaisar adalah anak Tuhan. Di negara Tibet juga demikian bahwa
apa yang disebut sebagai Dalai Lama diyakini sebagai penjelmaan Tuhan di muka
bumi ini. Kedua Kasus ini adalah contoh dari praktik pemerintahan dalam paham
teokrasi langsung.
Selain sistem teokrasi langsung ada pula teokrasi
tidak langsung. Jika dalam pemerintahan teokrasi langsung, raja atau kepala
negara memerintah sebagai jelmaan Tuhan, maka dalam pemerintahan teokrasi tidak
langsung, bukan Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau
kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan.
Dapat dilihat dalam sejarah, raja di negara Belanda
diyakini sebagai pengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang, merupakan amanat
suci (mission sacre) dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya.Politik
seperti inilah yang diterapkan oleh pemerintah Belanda pada saat menjajah
Indonesia.Mereka meyakini bahwa raja mendapat amanat suci dari Tuhan untuk
bertindak sebagai wali dari wilayah jajahannya itu.
Dalam pemerintah teokrasi tidak langsung, sistem dan
norma – norma dalam agama di rumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Karena
perbedaan paham ini.Maka praktik pemerintahan ini berbeda pula.
b. Paham Sekuler
Paham sakuler memisahkan dan membedakan antara agama
dan negara.Dalam negara sakuler, tidak ada hubungan antara sistem agama dan
kenegaraan. Karena negara adalah urusan manusia dengan manusia lain, atau
urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan.Dua hal ini,
menurut paham sakuler, tidak dapat di satukan.
Dalam negara sakuler, sistem dan norma-norma hukum
positif dipisahkan dengan nilai-nilai dan norma-norma agama. Meskipun
memisahkan antara agama dan negara, pada lazimnya negara sakuler membebaskan
warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini, tapi negaranya
tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.
c. Paham Komunisme
Pahan komunisme memandang hakikat hubungan agama dan
negara berdasarkan filosofi materialisme dialektis dan materialisme
historis.Paham ini menimbulkan paham atheis, yang berarti tidak bertuhan.Paham
yang dipelopori oleh Karl Marx ini.Memandang agama sebagai candu masyarakat
(Marx, dalam Louis Leahy, 1992:97-98).Menurutnya, manusia di tentukan oleh
dirinya sendiri.Agama, dalam paham ini, dianggap sebagai suatu kesadaran diri
bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat negara.Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi
fantastis mahluk manusia, dan agama adalah keluhan mahluk tertindas.Nilai yang
tertinggi dalam negara adalah materi, karena manusia sendiri padahakekatnya
adalah materi.
Hubungan
agama dan Negara perspektif Islam
Dalam Islam, hubungan agama dan negara menjadi
perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut hingga kini antara para ahli. Bahkan
menurut Azyumardi Azra (1996:1), berdebatan ini telah berlangsung sejak hampir
satu abad, dan berlangsung hingga dewasa ini.
Masih menurut Azyumardi, ketegangan perdebatan tentang
hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara
Islam sebagai agama (din) dan negar (dawlah). Sumber dari
hubungan yang canggung tadi di atas, berkaitan dengan kenyataan bahwa din dalam
pengertian terbatas pada hal – hal yang brkenaan dengan bidang – budang
ilahiah, yang bersifat sakral dan suci. Sedangkan politik kenegaraan (siyasah)
pada umumnya merupakan bidang prafon atau keduniaan.
Tentang hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut
Munawir Sjadzali (1990:235-136) ada tiga aliran yang menanggapinya.Pertama,
aliran yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup
segala-galanya, termasuk masalah negara.Oleh karena itu agama tidak dapat
dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama, serta
sebaliknya.
Aliran kedua, mengatakan bahwa Islam tidak ada
hubungannya dengan agama, karena Islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau
pemerintahan.Menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak ada misi untuk mendirikan
agama.
Aliran ketiga, berpendapat bahwa Islam ini tidak
mencakup segala-galanya, tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika
tentang kehidupan bermasyarakat, termasuk bernegara.Oleh karena itu, dalam
negara, umat Islam harus mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika
yang di ajarkan secara garis besar oleh Islam.
Hussein Muhammad, menyebutkan bahwa dalam Islam ada
dua model hubungan agama dan negara. Model yang petama yaitu hubungan
integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas, dimana agama dan
negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Model hubungan kedua adalah hubungan simbiosis
mutualistik.Model hubungan negara dan agama model ini, masih menurut Hussain
Muhamma, menegaskan bahwa negara dan agama terdapat hubungan yang saling
membutuhkan.Menurut pandangan ini, agama harus dilaksanakan dengan baik.Hal ini
hanya dapat terlaksakan bila ada lembaga yang bernama negara.Sementara itu,
negara juga tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri tanpa agama. Sebab tanpa
agama, akan terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.
Ibnu Tamiyah, seorang tokoh terkemuka Sunni Salafi, bahwa
agama dan negara benar -benar berkaitan. Tanpa kekuasaan negara yang sifatnya
memaksa, agama berada dalam bahaya.Sementra itu, negara tanpa disiplin hukum
wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.
Selanjutnya Al-Ghazali dalam bukunya Aliqtishad
fiali’tiqad, mengatakan bahwa agama dan negara adalah dua anak kembar.Agama
adalah dasar, dan penguasa kekuasaan negara adalah penjaga. Segala sesuatu yamg
tidak di jaga atau tidak memiliki penjaga maka akan sia-sia.
Kebijakan Politik tentang Agama
Di masa pemerintahan Ordelama, Presiden Soekarno ingin
memisahkan agama dam negara.Agama harus berdiri sendiri, dan negara tidak usah
dikaitkan dengan agama.Pendapat Soekarno tersebut di dasari oleh Mustofa kamal
Ataturk dari Turki dengan ajaran sukulerisasinya.Meskipun demikian,
pemerintahan Soekorno, seperti yang dilihat, bagaimanapun tetap mengurus
soal-soal tentang agama. Menurut Faisal Ismail (1999 : 35-36) Soekarno tidak
ingin memisahkan secara radikal antara agama dan negara, karena agama dalam
pandangan politiknya tetap mempunyai dalam negara.
Pada massa Orde Lama terjadi perdebatan yang amat
tajam antara Soekarno, yang memaksa dirinya sebagai kelompok nasionalis, dan
kelompok M. Natsir, yang menyebut dirinya sebagai modernis.
Penjelasan lebih lanjut tentang polemik Soekarno dan
M. Natsir ini di jelaskan oleh Moh.Mahfud (1999:55-57) sebagai berikut.
Soekarno berpendirian bahwa demi kemajuan agama dan negara sendiri, negara dan
agama harus di pisahkan, Sedangkan Natsir berpendirian sebaliknya, bahwa agama
harus di urus oleh negara, sedangkan negar di urus oleh ketentuan – ketentuan
agama.
Di massa pemerintahan Orde Baru, hubungan agama dan
negara mengalami perubahan – perubahan dan perkembangan-perkembangan yang cukup
signifikan. Dalam kata yang lebih tegas, kebijakan politik pemerintah Orde Baru
terhadap Islam adalah bersifat mendorong sebagai aktivitas keagamaan Islam dan
membatasi berbagai aktivitas politik Islam. Dalam kata lain, dapat di katakan
bahwa pemerintah Orde Baru lebih suka memperlakukan Islam sebagai sistem
kepercayaan bagi pengikut – pengikutnya, ketimbang sebagai ideologi atau
politik.
Kebijakan politik yang amat mencolok di masa Orde Baru
adalah penetapan asas tunggal bagi partai politik dan ORMAS.Setidaknya secara
formal, semua PARPOL yang ada hanya mempunyai asas Pancasila, tidak ada yang
mempunyai asas agama tertentu, termasuk Islam.
Kondisi seperti yang digambarkan di atas, secara
berangsur – angsur berubah menjelang tahun 90-an. Masa inilah yang diseut masa
bulan madu (rapprochement) antara umat Islam dan pemerintah.Inilah yang
di sebut oleh Munawir Sjadzali mantan Menteri Agama RI bahwa inspirasi umat
Islam justru lebih banyak terakomodasi di saat di Indonesia tidak ada partai
Islam. Sebagai rangkuman di atas gambaran Syafi’i Anwar (1995:ix – xi) berikut
ini dapat membantu kita memahami sedikit banyaknya hubungan agama dan negara.
Format Orde Baru dalam kurun waktu 1966-1993 mengalami
tiga periodisasi.Periode yang pertama, periode awal Orde Baru hingga tahun
1970-an, yang mencerminkan hubungan hegemonik antara Islam dan Pemerintah Orde
Baru. Periode kedua, masih menurut Syafi’i Anwar, adalah periode 1980-an,
dimana hubungan antara Islam dam birokrasi bersifat resiprokal, yaitu suatu
hubungan yang mengarah pada tumbuhnya saling pengertian timbal balik serta
pemahaman di antra dua belah pihak. Soal politik, misalnya diselesaikan bersama
dan di harapkan dapat memertemukan kepentingan masing – masing.
Periode ketiga adalah adalah dekade 1990-an, berkat
artikulasi dan peranan cendekiawan muslim, hubungan Islam dan Orde Baru
berkembang menjadi akomodatif. Hal ini di tandai dengan semakin responsifnya
kalangan birokrasi terhadap, yang antara lainnya sejumlah kebijakan yang
mengakomodasi aspirasi umat Ialam.
Sekarang bagaimanakah kebijakan pemerintah terhadap
agama di masa reformasi?Pemerinta reformasi, di awali lengsernya Soeharto dari
kursi Kepresidenan dan digantikan oleh BJ.Habibi, merupakan tonggak awal
sejarah demokrasi dalam arti yang luas di negara Indonesia.Demokrasi ini
berdampak pada kebebasan berpolitik dan mengekspresikan ajaran agama.
Kebebasan politik, yang ditandai dengan munculnya 48
partai politik peserta PEMILU 1999, di mana partai politik bebas menetukan
asasnya dan tidak lagi menggunakan asas tunggal-Pancasila, merupakan indikator
bahwa pemerintah sudah mengurangi intervensi kebebasan politik kepada
warganegara. Hal ini pun dalam sektor agama, dimana pemerintah membrerikan
kebebasan kepada pemeluknya untuk mengatur dan mengamalkannya.
Dengan demikian, dapat di katakan bahwa hubungan agama
dan negara di Orde dan Pasca Reformasi, adalah hubungan yang amat
menggembirakan para pemeluk agama. Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan
politik tentang agama, setidaknya hingga
tulisan ini di turunkan.
Warga Negara dan kewarganegaraan
Konsep
tentang Warga Negara dan Kewarganegaraan
1. Warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari
suatu organisasi perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari
suatu negara. Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen
(Bahasa Inggris) yang mempunyai arti
sebagai berikut:
a. Warga negara
b. Petunjuk dari sebuah kota;
c. Sesama warga
negara, sesama penduduk, orang setanah air;
d. Bawahan atau kawula
2. Kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan
warga negara. Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
a.
Kewarganegaraan dalam arti yuridis
dan sosiologis. Dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan
hukum antara orang-orang dengan negara. Contohnya adalah akta kelahiran, surat
pernyataan dan lain-lainnya. Dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan
hukum tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan,
ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
b.
Kewarganegaraan dalam arti formil
dan materiil. Dalam arti formil menunjukkan pada tempat
kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada
hukum publik. Dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Kedudukan
Warga Negara Dalam Negara dan asas-asas kewarganegaraan
Dalam
penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran yang dikenal dua asas
yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis.Ius artinya
hukum atau dalil.Soli berasal dari kata solum yang artinya negeri
atau tanah.Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya
darah.
a.
Asas ius soli. Asas yang
menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat di mana orang
tersebut dilahirkan.
b.
Asas Ius Sanguinis. Asas yang
menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan
dari orang tersebut.
Adapun dalam
menentukan kewarganegaraan digunakan dua stelsel kewarganegaraan
disamping dua asa yang tersebut diatas, yaitu stelsel aktif dan stelsel
pasif.
a.
stelsel aktif,
seseorang harus melakukan tindakan-tindakan hokum secara aktifuntuk menjadi
warganegara.
b.
stelsel pasif,
seseorang dengan sendirinyadianggap menjadi warganegara tanpa melakukan
tindakan-tindakan hokum tertentu.
Berhubungan
dengan dua stelsel tersebut kita harus membedakan antara hak opsi dan
hak repudiasi.
a.
Hak opsi, yaitu hak yang digunakan
untuk memilih kewarganegaraan (dalam stelsel aktif).
b.
Hak repudiasi, yaitu hak yang
digunakan untuk menolak kewarganegaraan (dalam stelsel pasif).
Dwi Kewarganegaraan
Dalam
menentukan kewarganegaraan, beberapa Negara menggunakan asa ius soli, adapun
dinegara lainnya berlaku asa ius sanguinis. Hal ini dapat memunculkan tiga
kemungkinan, yakni:
a.
Apatride, istilah
bagi orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan.
b.
Bipatride, terjadi
karena seseorang yang berkewarganegaraan ius sanginis melahirkan anak di Negara
berasaskan ius soli, maka anak yang dilahirkan akan diakui sebagai warganegara
orang tuanya dan juga diakui sebagai warganegara tempat kelahirannya.
c.
Multipatride, seseorang
ang memilki dua atau lebih status kewarganegaraan.
Warga Negara Indonesia
Negara
Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Ketentuan
tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut:
a. Yang menjadi
warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bansa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
b. Penduduk
ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.Berdasarkan hal
di atas, maka orang yang dapat menjadi warga negara Indonesia adalah:
a. Orang-orang
bangsa Indonesia asli;
b. Orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi warga negara.
Undang-undang
mengenai warga negara Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
UU No. 3 Tahun 1946 tentang warga
negara dan penduduk negara.
b.
UU No.6 Tahun 1947 tentang perubahan
atas UU No. 3 tahun 1946 tentang warga negara dan penduduk negara.
c.
UU No. 8 Tahun 1947 tentang
memperpanjang waktu untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan kewargaan
Negara Indonesia.
d.
UU No. 11 Tahun 1948 tentang
memperpanjang waktu lagi untuk mengajukan pernyataan berhubungan dengan
kewargaan Negara Indonesia.
e.
UU No. 62 Tahun 1958 tentang
kewarganegaraan Republik Indonesia.
f.
UU No. 3 Tahun 1976 tentang
perubahan atas pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik
Indonesia.
g.
UU No. 12 Tahun 2006 tentan
kewarganegaraan Republik Indonesia.
Beberapa
ketentuan yang diatur dalam UU No 12 Tahun 2006 antara lain sbb:
Tentang
siapa yang menjadi warga negara Indonesia, dinyatakan bahwa warga negara
Indonesia adalah:
o Setiap orang yang berdasarkan
peraturan perundang undangan dan/berdasarkan
perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia;
o Anak yang lahir dari perkawinan yang
sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia;
o Anak yang lahir dari perkawinan yang
sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
o Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara asing dan ibu warga negara Indonesia;
o Anak yang lahir di luar perkawinan
yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak
mempunyaikewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut
o Anak yang lahir dalam tenggang waktu
300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya
warga negara indonesia;
o Anak yang lahir di luar perkawinan
yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia;
o Anak yang lahir di luar perkawinan
yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah
warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 tahun dan/belum kawin;
o Anak yang lahir di wilayah negara
Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan
ayah dan ibunya;
o Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah
negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
o Anak yang lahir di wilayah negara
Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu tidak mempunyai kewarganegaraan
atau tidak tiketahui keberadaannya;
o Anak yang dilahirkan di luar wilayah
negara republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang
karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
o Anak dari seorang ayah atau ibu yang
telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya
meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau janji setia;
o Anak warga negara Indonesia yang
lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum kawin
diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui
sebagai warga negara Indonesia;
o Anak warga negara indonesia yang
belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing
berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia.
Tentang
Pewarganegaraan.
Pewarganegaraan
adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia melalui permohonan. Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh
pemohon jika memenuhi persyaratan sbb:
·
Telah berusia 18 tahun atau sudah
menikah;
·
Pada waktu pengajuan permohonan
sudah bertempat tinggal di wilayah
negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling
singkat 10 tahun tidak berturut-turut;
·
Sehat jasmani dan rohani;
·
Dapat berbahasa Indonesia serta
mengakui dasar negara Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945;
·
Tidak pernah dijatuhi pidana karena
melakukan tindakan pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau
lebih;
·
Jika dengan memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
·
Mempunyai pekerjaan atau penghasilan
tetap;
·
Membayar uang pewarganegaraan ke kas
Negara.
Akibat
pewarganegaraan
Pewarganegaraan
membawa akibat bagi istri dan anak yang menjadi warga Negara. Akibat itu adalah
sebagai berikut:
·
Seorang wanita asing yang menikah
dengan warganegara Indonesia memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
·
Anak yang berusia 18 tahun dan belum
menikah memilki hubungan hokum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu
memperoleh kewarganegaraan RI turut memperoleh kewarganegaraan RI.
·
Kewarganegaraan RI yang diperoleh
seorang ibu berlaku juga bagi anaknya yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan
dengan ayahnya, jika anak itu belum berumur 18 tahun atau belum menikah.
(KansilC.S.T dan Cristine ST, 2000; 217)
Tentang
kehilangan kewarganegaraan, dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia
hilang karena:
·
Memperoleh kewarganegaraan lain atas
kemauannya sendiri;
·
Tidak menolak atau melepas
kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan
untuk itu;Dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya
sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat
tinggal di luar negeri.
·
Masuk dalam Dinas tentara asing
tanpa izin terlabih dahulu dari Presiden;
·
Secara seka rela masuk dalam Dinas
asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia;Secara sukarela
mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian
dari negara asing tersebut;
·
Tidak diwajibkan tetapi turut serta
dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
·
Mempunyai paspor atau surat yang
bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sbg tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya;
·
Bertempat tinggal di luar wilayah
negara Indonesia selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara,
tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginan untuk
menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir;
·
Perempuan warga negara Indonesia
yang kawin dengan laki-laki warga negara asing jika menurut hukum negara asal
suami, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sbg akibat
perkawinan tersebut;
·
Laki-laki warga negara Indonesia
yang kawin dengan perempuan warga negara asing jika menurut hukum negara asal
istri, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sbg akibat
perkawinan tersebut;
·
Setiap warga negara yang memperoleh
kewarganegaraan Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan
palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orang yang
bersangkutan.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
Hak dan
kewajiban warga negara tercantum dalam pasal 27 sampai 34 UUD 1945, yaitu:
·
Hak atas pekerjaan dan hidup layak
pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “tiapa-tiapa warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”.
·
Hak berpendapat. Pasal 28 yang
berbunyi “ Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”.
·
Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal
29 ayat (1) dan (2) yang berbunyi “Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang
Maha Esa”. Dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu”.
·
Hak dan kewajiba membela negara.
Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi “tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
·
Hak untuk mendapatkan pengajaran.
Pasal 31 ayat (1) dan (2) yang berbunyi “tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran” dan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan UUD 1945”.
·
Hak untuk mengembangkan dan
memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal 32 ayat (1) yang berbunyi “negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan”.
·
Hak ekonomi atau hak untuk
mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5).
Pasal (1) “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas
kekeluargaan”. Ayat (2) “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Ayat (3)
“bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Ayat (4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional”. Ayat (5) “Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”.
·
Hak mendapatkan jaminan keadilan
sosial. Pasal 34 yang berbunyi “bahwa fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara”.
KONSTITUSI
Definisi Konstitusi
Konstitusi
berasal dari bahasa Prancis “constituer” yang artinya membentuk.Dalam bahasa
belanda dikenal “Gronndwet” yang berarti Undang Undang Dasar, sedangkan dalam
bahasa Jerman dengan istilah “Grundgesetz”.Konstitusi bisa berarti pula
peraturan dasar mengenai pembentukkkan negara.Konstitusi juga bisa diartikan
sebagai hukum dasar.
Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli Sebagai
Berikut:
v Herman
Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga:
·
Konstitusi dalam pengertian politik
sosiologis mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan.
·
Konstitusi merupakan satu kesatuan
kaedah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan
kaidah hukum.
·
Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah
sebagai undang-undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu negara.
v E.C. S. Wade
mengatakan bahwa konstitusi adalah
naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokokdari badan-badan
pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok cara kerja badan badan tersebut.
v Chairul
Anwar berpendapat bahwa fundamental laws tentang pemerintahan suatu
Negara dan nilai-nilai fundamentalnya.
v Sri
sumantri, konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan Negara dan
sendi-sendi system pemerintahan Negara.
v Dalam
terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal dengan dustur, yang pada mulanya diartikan
dengan sesorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama.Dustur dalam konteks konstitusi berarti
kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesame anggota
masyarakat dalam sebuah Negara, baik yang tidak tertulis (konvensi), maupun
yang tertulis (konstitusi).
Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah sejumlah
aturan-aturan dasar dan
ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan
struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antar Negara
dan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam
prakteknya konstitusi terbagi dalam dua bagian:
1.
Tertulis (Undang-undang Dasar)
2.
Tidak tertulis (konvensi)
Tujuan adanya konstitusi:
1.
Memberikan pembatasan sekaligus
pengawasan terhadap kekuasaan politik
2.
Melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasa sendiri
3.
Memberikan batasan-batasan ketetapan
bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Arti penting
konstitusi bagi Negara
Mirriam
Budiardjo mengatakan pentingnya konstitusi dalam suatu Negara dalam hal
membatasi kekuasaan dalam suatu Negara “di dalam Negara-negara yang mendasarkan
dirinya atas demokrasi konstitusional, Undang-undang Dasar mempunyai fungsi
yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian
diharapkan hak-hak warganegara lebih terlindungi”.
Sementara
menurut kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi
kedalam dua bagian, yakni membagi kekuasaan dalam Negara, dan membatasi
kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam Negara.
Struycken
dalam bukunya “het Staatsrecht van het
koninkrijk der nederlander” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai
konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan:
1.
Hasil perjuangan politik bangsa di
waktu yang lampau
2.
Tingkat-tingkat tertinggi
perkembangan ketatanegaraan bangsa
3.
Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang
hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan datang
4.
Suatu keinginan, dimana perkembangan
kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Dari
beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi konstitusi dalam sebuah
Negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam
suatu negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya konstitusi akan
tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan dalam
menjalankan Negara. Adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat
penting untuk menjamin hak-hak asasi warga Negara, sehingga tidak akan terjadi
penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.
Konstititusi
Demokratis
Konstitusi
demokratis adalah konstitusi yang mengandung prinsip-prinsip dasar
demokratis.Konstitutsi yang dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip
dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu:
1.
Menempatkan warga Negara sebagai
sumber utama kedaulatan;
2.
Mayoritas berkuasa dan terjaminnya
hak minoritas;
3.
Pembatasan dan pemisahan kekuasaan
Negara yang meliputi:
a. Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan trias
politika;
b. Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga
pemerintahan;
c. Proses hukum; dan
d. Adanya pemilu sebagai mekanisme peralihan
kekuasaan.
HAK ASASI
MANUSIA
Sebuah Tinjaun Historis
Hak asasi manusia (HAM) seperti dikemukakan oleh Jan
Materson dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB adalah hak-hak yang melekat pada
manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia.Jadi dapat
didefinisikan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat qodrati).Oleh karenanya
tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.
Meskipun demikian, bukan berarti manusia dengan
hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan
sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Di era globalisasi saat ini, hak asasi manusia (HAM)
merupakan suatu isu yang sangat menyedot perhatian dan menjadi agenda yang
paling penting, terutama di dunia ketiga, termasuk dunia Islam.Isu HAM bahkan
menjadi faktor pertimbangan kebijakan luar negeri setiap negara.Lebih dari itu,
keharusan adanya penghormatan terhadap HAM ini menjadi pra syarat dalam
hubungan internasional. Suatu negara yang dinilai dan diketahui mengabaikan
HAM, dapat dipastikan ia akan menjadi sasaran kritik dan diisolir dari
pergaulan antar bangsa. HAM disini dimaksudkan sebagai hak-hak tertentu, hak
yang melekat secara eksistensial dalam identitas kemanusiaan tanpa melihat
kebangsaan, agama, jenis kelamin, status sosial, pekerjaan, kekayaan atau
karakteristik etnik, budaya dan perbedaan sosial lainnya.
Secara historis, ide tentang HAM berasal dari gagasan
tentang hak-hak alami.Oleh karenanya HAM dianggap sebagai bagian dari hakikat
kemanusiaan yang paling fundamental. Di dunia Barat ide tentang HAM merupakan hasil tentang perjuangan yang
menuntut tegaknya nilai-nilai dasar kebebasan dan persamaan. Perjuangan kelas
tersebut secara kronologis tercermin dengan lahirnya Magma Carta (Piagam
Agung) pada 15 Juni 1215 di Inggris sebagai bagian pemberontakan para Baron
Inggris terhadap raja Jhon. Disusul dengan Bill of Rights pada 1698 yang
juga di Inggris berisi tentang penegasan pembatasan kekuasaan raja. Kemudian disusul lagi dengan The American
Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan America) pada tanggal 6
Juli 1776 yang berisi tentang "pernyataan hak-hak manusia dan warga
negara", dan dilanjutkan dengan lahirnya suatu naskah yang dicetuskan pada
permulaan revolusi perancis, 4 Agustus 1789 dengan slogannya populer pada waktu
itu :Liberte (kebebasan), Egalite (persamaan)dan Faternite (persaudaraan)
sebagai bentuk perlawanan dan penolakan terhadap rezim yang berkuasa sebelumnya[1][1]. Dalam naskah tersebut mempertegas tentang hak-hak yang dimiliki oleh
setiap manusia berkaitan dengan freedom of expression (kebebasan
mengeluarkan pendapat), freedom of religion (kebebasan menganut
keyakinan / agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan
terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Proses pertumbuhan HAM mencapai puncaknya, ketika
perang dunia II usai (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia)
dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal
yang kemudian dikenal dengan The Universal of Human Right yang
dideklarasikan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948[2][2], yang didukung oleh sebagian besar anggota PBB yang aktif di dalamnya. Konsep
deklarasi PBB ini kemudian mengalami elaborasi lanjut dengan diratifikasinya
tiga persetujuan / perjanjian, yakni convenant civil and political right (perjanjian
internasional tentang hak-hak sipil dan politik); convonent of
economic,social and cultural right (perjanjian internasional tentang
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya) dan optinal protocol to the
international convonent on civil and political right.Ketiganya disetujui
secara aklamasi dalam sidang umum PBB pada akhir tahun 1966.
Konsep HAM seperti tersebut di atas dan berbagai
perjanjian yang mengikutinya memperlihatkan bahwa masyarakat manusia dipandang
dalam kaca mata sekularisme, dan agama tidak dapat didefinisikan sebagai
tatanan yang mengikat masyarakat, negara atau hubungan internasional.Disebabkan
orientasinya yang sekuler itulah, maka konsep HAM modern di atas menimbulkan
respon yang bervariasi serta kontroversial di kalangan dunia Islam. Ditolak
atau tidaknya konsep HAM PBB tergantung kepada bagaimana kaum muslim memandang
kompleks persoalan sekitar syari'ah. Setidaknya ada tiga tanggapan dunia muslim
terhadap konsep HAM tersebut, pertama, menolak secara keseluruhan, kedua,
menerima secara keseluruhan, ketiga merupakan tanggapan yang bersifat
ambigu yang mencerminkan adanya keinginan untuk tetap setia pada syari'ah di
satu sisi dan keinginan untuk menghormati tatanan serta hukum-hukum
internasional yang ada di sisi lain.
Tanggapan tersebut mengharuskan kaum muslim untuk
menformulasikan HAM versi Islam. Formulasi HAM versi Islam yang terkenal adalah
deklarasi universal tentang HAM dalam Islam (al-bayan al-alam 'an huquq
al-insan fi al-Islam).Deklarasi ini diundangkan pada September 1981 di
Paris[3][3].Deklarasi ini mengandung beberapa karakteristik yang sangat berbeda jika
dibandingkan dengan The Universal Declaration of Human Right (HAM PBB).Pertama,
ada klaimnya bahwa Islam memiliki konsep HAM yang guine yang sudah dirumuskan
bahkan sejak abad ketujuh masehi. Kedua, bahwa seluruh isi deklarasi itu
dirumuskan berdasarkan al-Qur'an dan as-sunnah, dengan asumsi bahwa akal
manusia tiak akan mampu menemukan jalan terbaik untuk menopang kehidupan yang
sejati tanpa petunjuk Tuhan. Ketiga, bahwa sejatinya apa yang dimiliki
manusia bukanlah hak-hak yang sudah dibawanya sejak lahir, melainkan
preskripsi-preskripsi yang dititahkan kepada manusia, yang didapat atau
direduksi dari sumber-sumber yang ditafsirkan sebagai titah-titah Ilahi yang
meliputi kewajiban dan hak. Oleh karena itu yang disebut dengan HAM pada
dasarnya adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan atau hak-hak Tuhan
kepada manusia.Keempat, bahwa syari'at adalah merupakan parameter
terakhir dan satu-satunya untuk menilai semua tindakan manusia.
Deklarasi yang hampir sama ditemukan pada rumusan Cairo
Declaration of Human Right in Islam. Deklarasi ini diumumkan pada tahun
1990 oleh negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam
(OKI). Deklarasi Kairo ini terdiri dari 25 pasal yang mencakup hak individu,
sosial, ekonomi dan politik, yang semuanya tunduk kepada syari'at Islam.
Macam-Macam
HAM
Manusia selalu memilki hak-hak dasar (basic
rights) antara lain: 1). Hak hidup, 2). Hak untuk hidup tampa ada perasaan
takut dilukai atau dibunuh oleh oaring lain, 3) Hak kebebasan, 4) hak untuk bebas,
hak untuk memiliki agama/kepercayaan, hak untuk memperoleh informasi, hak
menyatakan pendapat, hak berserikat, 5)hak pemilikan, 6) hak untuk memilih
sesuatu seperti pakaian, rumah, dan lain-lain.
Deklarasi
Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal Declaration
of Human Rights)
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hamper seluruh kawasan
dunia, dimana hak-hak asasi manusia diinjak-injak timbul keinginan untuk
merumuskan hak-hak asasi manusia itu dalam suatu naskah internasional. Usaha
ini baru dimulai pada tahun 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of
human Rights (pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia) oleh Negara
yang bergabung dalam perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan kata lain, lahirnya
deklarasi HAM Universal merupakan reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang
dilakukan oleh kaum sosialis nasional di Jerman selama 1933 sampai 1945.
Terwujudnya Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal yang dideklarasikan pada
tanggal 10 Desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang. Dalam proses
ini telah lahir beberapa naskah HAM yang mendasari kehidupan manusia, dan yang
bersifat Universal dan Asasi.
Naskah-naskah tersebut adalah sebagai berikut: Magna charta, Bill of Rights, Declaration des Droits de I’ home et du
Citoyen dan lain-lain.
Hak-hak manusia yang dirumuskan sepanjang abad ke-17 dan 18 ini sangat
dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural law).
Empat
Generasi Hak Asasi Manusia.
1. Generasi Pertama.
Generasi ini
berpandangan bahwa pengertian HAM berpuasat terhadap hal-hal hokum dan
politik.Generasi awal ham tersebut terjadi setelah PD 11.Fokus generasi pertama
pada hokum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi PD 11.totaliterisme
dan adanya keinginan Negara-negara baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib
hokum yang baru.
2. Generasi kedua
Pada generasi ham kedua ini lahir
dua Covenant yang terkenal yaitu: Internatoinal covenant on Ekonomic,Sosial and
Cultural Right dan Internasional Covenant On Civil and PolitiklRights. Pada
generasi ini pembahasan tentang Ham merupakan perluasan horizontal dari
generasi pertama.Penekanan mereka terjadi pada bidang social, ekonomi dan
budaya sementara bidang hokum dan poltik terabaikan sehingga menimbulkan
ketidak seimbangan perkembangan dalam kemasyarakatan seperti merosotnya
kehidupan dalam dan pengekangan politik yang berlebihan.
3. Generasi ketiga
Kondisi ketidak seimbangan perkembangan menyebabkan timbulnya berbagai
kritik-kritik dari banyak kalangan sehingga melahirkan generasi ketiga yang
menjanjikan adanya oersatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan
hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan pembangunan istilah ini
diberikan oleh komosi keadilan internasional.Generasi ketiga HAM ini merupakan
sintesa dari generasi pertama dan kedua.
Tidak dapat dipungkiri bahwa generasi ketiga ham ini suatu kemajuan pesat
telah dicapai, Apalagi jika kesemua hak tersebut bisa diwujudkan bersama sama.
Tetapi hamper tidak ada Negara yang mungkin bisa secara objektif memenuhi
tuntunan generasi ketiga tersebut.
Masih banyak disaksikan kesenjangan antara hak-hak tersebut dan lebih dari
itu penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi adalh
perioritas utama telah pula menimbu;lkan banyak korba, karena banyak hak-hak
rakyat yang dilanggar. Kesemua ini merupakan kenyataan dunia ketiga yang
ditandai oleh kuatnya sektor Negara yang
berperan dominant sebagai komando sehingga implementasi Ham generasi ketiga ini
dilihat dari atas.
4. Generasi keempat
Generasi keempat banyak melakuakan kritik terhadap peranan Negara yang
sangat dominant dalam proses pembangunan ekonomi sehingga perioritas utama dan
telah terbukti sangat menafikan hak-hak rakyat, selain proses pembangunan itu
sendiri mengabaikan kesejahteraan dan tidak berdasarkan pada kebutuhan.
Generasi keempat HAM dipelopori oleh Negara-negara di kawasan asia yang
pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi yng disebut Declaration Of the Basic
Duties Of Asia people and
Gevorment. Deklarasi generasi ini lebih menekankan persoalan-persoalan
kewajiban kewajiban asasi. Bukan lagi hak asasi alasannya dari gagasan ini
adalah bahwa kata kewajban mengandung pengertian keharusan akan pemenuhan,
sementara kata hak baru sebatas perjuangan dari pemenuhan hak.
Hak Asasi Manusia dalam Perspektif
Islam
Agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW
dengan kitab suci al-Qur'an sebagai mu'jizatnya mengandung ajaran yang
menjadikan rahmat bagi sekalian alam[4][4]. Dalam ajarannya yang bersifat universal, al-Qur'an memberikan suatu
pandangan kepada manusia untuk menjadikan hidup ini lebih berarti dan berguna
dengan berbagai macam cara. Begitu juga dengan al-Hadits yang berfungsi sebagai
mubayyin terhadap al-Qur'an memudahkan kepada manusia untuk dapat
menyerap ajaran-ajaran al-Qur'an yang bersifat implicit ataupun eksplisit.
Islam memerintahkan umat manusia untuk mengikuti
bimbingan Yang Maha Kuasa selama hidupnya.Seluruh bumi ini merupakan mesjid
tempat manusia harus bertindak dalam setiap kehidupannya demi beribadah hanya
kepada-Nya.Tujuan eksistensi manusia di dunia menurut Islam adalah semata-mata
untuk beribadah, menghambakan diri serta patuh kepada Allah SWT.
Dari pernyataan tersebut, mungkin orang menyangka bahwa
manusia (dalam Islam) tidak memiliki hak-hak selain hanya
kewajiban-kewajiban.Pandangan ini tentu saja keliru.Dalam penelitiannya, AK
Brohi mengatakan, "dalam totalitas Islam, kewajiban manusia kepada Allah
mencakup juga kewajibannya kepada setiap individu yang lain.Maka secara
paradoks hak-hak setiap individu itu dilindungi oleh segala kewajiban di bawah
hukum Ilahi.Sebagaimana suatu negara secara bersama-sama dengan rakyat harus
tunduk kepada hukum yang berarti negara juga harus melindungi hak-hak individual"[5][5].
Petunjuk Ilahi yang berisikan petunjuk dan kewajiban
tersebut telah disampaikan kepada umat manusia semenjak manusia itu
ada.Diutusnya manusia pertama (Nabi Adam) ke dunia mengindikasikan bahwa Allah
telah memberikan petunjuk kepada manusia. Kemudian ketika umat manusia menjadi
lupa akan petunjuk tersebut, Allah mengutus Nabi dan Rasul-Nya untuk
mengingatkan kembali mereka akan keberadaan-Nya.
Nabi Muhammad SAW diutus bagi umat manusia sebagai
Nabi terakhir untuk menyampaikan dan memberikan teladan kehidupan yang sempurna
kepada umat manusia seluruh zaman sesuai dengan jalan Allah. Hal ini secara
jelas menunjukkan bahwa menurut pandangan Islam, konsep Hak Asasi Manusia (HAM)
bukanlah hasil evolusi apapun dari pemikiran manusia, namun merupakan hasil
dari wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para Nabi dan Rasul sejak
permulaan eksistensi umat manusia di atas bumi.
Kewajiban yang diperintahkan umat manusia di bawah
petunjuk Ilahi dapat dibagi ke dalam dua kategori, huququllah (حقوق الله) dan huququl 'ibad (حقوق العباد).Huququllah (hak-hak Allah) adalah
kewajiban manusia terhadap Allah SWT yang diwujudkan dalam berbagai ritual
ibadah, sedangkan huququl 'ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban
manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluq-makhluq Allah lainnya[6][6].
Hak-hak Allah tidak berarti bahwa hak-hak yang diminta
oleh-Nya karena bermanfaat bagiNya.
Sebab Allah di atas segala kebutuhan.Juga tidak berarti bahwa hanya hak-hak ini
yang diciptakan Allah, karena sesungguhnya segala hak adalah ciptaan Allah
sebagai Maha pencipta segalanya.Hak-hak Allah adalah bersesuaian dengan hak-hak
makhluqnya[7][7]. Dengan kata lain, kedua hak ini (hak Allah dan hak makhluqnya) adalah
tetap dari Allah SWT. Manusia bertanggung jawab atas kedua kategori hak ini di
hadapan-Nya.
Jadi jelaslah bahwa dalam Islam tanggung jawab apapun
yang dipegang manusia terhadap sesamanya telah ditetapkan Allah SWT sebagai
hak. Dalam Islam, ada dua macam HAM jika dilihat dari huquuqul 'ibad. Pertama,
HAM yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), kedua
adalah HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh
suatu negara[8][8].Hak-hak yang pertama dapat disebut sebagai hak-hak legal, sedangkan yang
kedua dapat disebut sebagai hak-hak moral. Perbedaan antara keduanya hanyalah
terletak pada masalah pertanggung jawaban di depan suatu negara Islam. Adapun
dalam masalah sumber asal, sifat dan pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT
itu sama.
Selain hal tersebut di atas, hal yang paling
fundamental berkaitan dengan huuqul 'ibad adalah hak persamaan dan hak
kebebasan dalam hidup manusia.Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang pertama.
Persamaan disini diartikan sebagai kedudukan manusia
yang sama atau sederajat dihadapan Allah, tanpa adanya pembedaan dari jenis
warna kulit, etnis, keturunan, kelas, bahasa dan lain sebagainya. Islam tidak
membedakan bangsa, warna kulit, maupun asal usul.Tetapi manusia dibedakan
karena ketaqwaannya kepada Allah. Bilal, misalnya seorang muaddzin Islam
pertama adalah seorang bekal budak negro yang berkulit hitam[9][9]. Mengenai prinsip tidak adanya pembedaan dalam Islam terhadap setiap
manusia termaktub dalam QS al-Hujarat :13.
إن أكرمكم
عند الله أتقاكم
Artinya : "sesunguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu".
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa Islam tidak
membedakan antara satu jenis golongan manusia dengan golongan yang lain, karena
mereka adalah sama dan sederajat di
hadapan Allah, yang membedakan antara posisi mereka yaitu aspek kataqwaannya.
Pembedaan manusia dalam aspek ketaqwaannya memberikan suatu pemahaman yang
logis dalam konsep HAM, karena orang yang bertaqwa lebih cenderung akan
menghormati hak-hak orang lain sehubungan dengan pengalaman batiniyah dan
lahiriah dalam agamanya dibandingkan dengan orang yang tidak bertaqwa kepada
Allah.
Begitu juga dalam hukum, kedudukan manusia di muka
bumi ini adalah sama di muka hukum (undang-undang) dalam perspektif Islam[10][10]. Agama tidak pernah membedakan manusia dalam kedudukannya di muka hukum
berkaitan dengan etnis, agama, kekayaan, keturunan, antara cendikiawan dengan
non cendikiawan dan lain sebagainya. Dalam QS an-Nisa' dijelaskan mengenai
perlakuan agama yang sama terhadap manusia di muka hukum.
إنا أنزلنا
إليك الكتاب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله ولا تكن للخائنين خصيما (النساء
: 105)
Artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkan al-Qur'an kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang
tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.
Apa yang dikemukakan dan dijelaskan oleh al-Qur'an ini
adalah pedoman yang wajib dikuti. Pedoman saja tidaklah cukup.Oleh karena itu
perlu diorganisasi dan aparatnya untuk mengemban semua itu.Maka untuk
merealisasikan ajaran al-Qur'an tentang persamaan HAM tersebut, di Indonesia
dibuatlah organisasi dan peraturan mekanismenya untuk dipedomani masyarakat
dalam mengadukan persoalan termasuk apabila hak asasinya dilanggar.
Ketika hak persamaan dalam kehidupan manusia telah
dipahami dan aktulisasikan dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara,
maka manusia wajib menghormati adanya perbedaan yang akan timbul dalam
kehidupannya, begitu juga ia harus tunduk dan patuh atas apa yang telah menjadi
suatu konstitusi. Hak persamaan manusia dalam al-Qur'an bukanlah pada dua aspek
itu saja, melainkan masih banyak "persamaan" yang diajarkan oleh
Islam, seperti persamaan dalam memperoleh hak hidup dan kehidupan yang layak,
persamaan dalam memperoleh perlindungan dan lain sebagainya, persamaan dalam
memperoleh pendidikan dengan tidak ada pembedaan jenis (gender)[11][11], yang semuanya termaktub dalam al-Qur'an dan al-Hadits.
Disamping "hak persamaan" tersebut di atas,
al-Qur'an juga memberikan "hak kebebasan" kepada manusia agar supaya
ia tidak "terkekang" dan "terikat" dalam hidupnya, baik
dalam amaliyah maupun ibadahnya. Kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran
Islam, karena kebebasan adalah fitrah Allah yang lazim diberikan kepada manusia
sebagai watak yang lazim[12][12].Kebebasan inilah yang memberikan kebahagiaan dalam dirinya dan
kehidupannya dan kebebasan inilah yang membedakan dirinya dengan
makhluq-makhluq lainnya, sehingga kebebasan yang dimiliki manusia dibatasi oleh
tanggung jawab manusia sendiri sesuai petunjuk al-Qur'an dalam memanfaatkan
kebebasan tersebut.
Allah memberi kebebasan itu sebagai hak asasi bagi
setiap manusia. Manusia bebas berbuat apa saja, tetapi harus senantiasa
dibarengi dengan tanggung jawab. Berkaitan dengan tanggung jawab manusia
tersebut di muka bumi, al-Qur'an telah menjelaskannya dalam QS. Al-Baqarah :
30.
وإذ قال ربك
للملـئكة إنى جاعل فى الـأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها
ويسفك الدماء
ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إنى أعلم ما لا تعلمون (البقرة : 30)
Artinya : "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat,
sesungguhnya aku akan mengangkat Adam menjadi khalifah dimuka bumi. Para
malaikat bertanya, mengapa engkau hendak menempatkan di permukaan bumi orang
yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah, sedang kami senantiasa
bertasbih memuji dan menyucikan? Allah berfirman, sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui".
Kemudian dalam surat al-A'raf ayat 22-23, Allah
menunjukkan bahwa manusia diberi kebebasan untuk bertindak dan berpendapat. Ia
harus mempertanggung jawabkan kebebasannya tersebut. Dan jika ia melanggar
kebebasan yang diberikan itu, maka ia harus dihukum. Kisah nabi Adam yang
diciptakan sebagai khalifah yang dihukum keluar dari surga adalah bukti bahwa
Allah memberikan hak asasi manusia kepadanya, tetapi ia pun harus bertanggung
jawab atas pelanggaran yang dibuatnya yang menyebabkan ia harus dihukum keluar
dari surga, turun ke bumi.
فدلـهما بغـرور فلما داقا الشـجرة بدت
لـهما سوءتهما وطفقا يخصـفان عليهما من ورق الجنة وناداهما ربهما ألم أنهكما
الشجرة وأقل لكما إن الشيطان لكما عدو مبين (الأعراف : 22)
قالا ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر
لنا وترحمنا لنكونن من الخسرين (الأعراف : 23)
"Demikianlah syetan menjerumuskan
kedua-duanya (Adam dan Hawa) dengan tipuan.Kemudian mereka berdua mencicipi
(buah) pohon (yang terlarang itu) mereka melihat auratnya masing-masing.Mereka
lalu menjalin daun-daun dari surga untuk menutupi auratnya dan Tuhan berseru
kepada mereka. Bukankah kalian telah kularang mendekati pohon itu dan telah
kukatakan (pula) kepada kalian bahwa setan itu jelas merupakan musuh kalian
?"
"Mereka menjawab, ya Tuhan kami, kami
telah menganiaya diri kami sendiri, jika engkau tidak mengampuni (kesalahan)
kami dan tidak mengasihi kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang
rugi".
Nabi Adam dan Siti Hawa diberi kebebasan untuk memilih
apakah mereka ingin mengikuti bujukan setan untuk memakan buah khuldi atau
tidak karena dilarang oleh Allah.Jadi diberi hak kebebasan yang dapat
dikategorikan sebagai hak asasi manusia.Disebabkan akhirnya memilih bujukan
setan yaitu memakan buah khuldi, sehingga mereka menerima hukuman Tuhan untuk
keluar dari surga[13][13].
Dalam perjalanan hidup manusia, ditemukan berbagai
berbagai hal yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia, misalnya penindasan
oleh orang-orang kelompok kuat terhadap kelompok lemah, negara kuat terhadap
negara lemah.Semuanya ini adalah hasil pekerjaan setan yang selalu menggoda
manusia untuk berbuat dosa termasuk memperkosa hak asasi manusia tersebut. Maka
berlangsunglah perbudakan manusia berabad-abad lamanya, seperti di jazirah Arab
pada masa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan zaman
jahiliyah, di Amerika terjadi penjajahan dan perbudakan atas orang Indian oleh
bangsa kulit putih, di Afrika selatan terjadi perbudakan kulit putih atas kulit
hitam, di Asia terjadi penjajahan atas bangsa-bangsa kulit kuning oleh kulit
putih seperti yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda.
Perbudakan di dunia tak pernah berhenti selama masih
ada manusia yang ingin menguasai manusia lainnya. Seperti terjadinya tindak
kekerasan di timur Tengah, kejadian di Uni Soviet yang diikuti dengan tindakan
pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Checnya, pembantaian oleh
pemberontak Serbia terhadap golongan muslim di Bosnia[14][14] dan pemerkosaan terhadap HAM di belahan-belahan lain di dunia lainnya,
merupakan bukti masih berlangsungnya perbudakan dalam bentuk baru tetapi lebih
kejam. Sistem perbudakan tersebut berbeda dengan prinsip Islam yang memandang
manusia adalah "manusia yang memiliki hak persamaan dan hak
kebebasan".
"Kebebasan" yang dianugerahi oleh Allah
kepada manusia bukanlah seperti yang termaktub tersebut di atas saja, melainkan
masih banyak lagi kebebasan yang diberikan oleh Islam kepada manusia dalam
mengaktulisasikan dirinya. Diantara berbagai kebebasan yang diberikan dan diajarkan
al-Qur'an kepada manusia berkaitan dengan : kebebasan manusia dalam
berekspresi, kebebasan manusia dalam bertindak yang sesuai dengan rel-rel
agama, kebebasan manusia dalam memilih jalan hidupnya, kebebasan manusia dalam
mengemukakan pendapatnya dan masih banyak lagi "hak kebebasan" yang
diberikan dan diajarakan kepada manusia dalam Islam.
Dari ajaran dasar "hak persamaan dan hak
kebebasan manusia" sebagaimana tersebut di atas, timbullah
kebebasan-kebebasan manusia, disamping kebebasan dari perbudakan dan kebebasan
beragama[15][15], kebebasan dari kekurangan, kebebasan dari rasa takut, kebebasan
mengeluarkan pendapat, kebebasan bergerak, kebebasan dari penganiayaan dan lain
sebagainya.
Kebebasan dalam ajaran Islam mempunyai batas-batas
tertentu, kebebasan mengeluarkan pendapat tidak boleh melanggar kepentingan
umum, kebebasan mengumpulkan harta juga tidak boleh merugikan masyarakat,
kebebasan mengolah alam tidak boleh membawa kerusakan alam.
Dari situ pulalah timbul hak asasi
manusia, seperti hak hidup, hak mengecap pendidikan, hak keluasan hidup
(privacy), hak berbicara, hak berpikir, hak mendapatkan pekerjaan, hak
memperoleh keadilan, hak persamaan, hak berkeluarga dan lain sebagainya[16][16].
Perlu ditegaskan bahwa yang mempunyai hak asasi dalam
Islam bukan hanya manusia, akan tetapi juga makhluq lain. Ajaran Islam mengenai
peri kemakhlukan membuat hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda tak bernyawa juga
mempunyai hak terutama hak eksistensi atau kelanjutan wujud, yaitu hak
pelestarian hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda tak bernyawa itu.
Oleh karena itu, perlu pula ditegaskan bahwa kebebasan
manusia yang terdapat dalam Islam tidak bersifat absolut, demikian juga dengan
hak asasinya.Yang mempunyai keabsolutan dan ketidak terbatasan dalam ajaran
Islam hanyalah Allah Tuhan semesta, sedangkan yang lainnya mempunyai sifat
terbatas.Selain itu, disamping hak, manusia juga mempunyai kewajiban yang
dibebankan Allah kepadanya, yaitu patuh kepada perintah dan
larangan-Nya.Larangan-Nya adalah supaya manusia tidak berbuat onar dan
kerusakan di muka bumi dan perintah-Nya adalah agar manusia berbuat baik,
mengutamakan kepentingan umum dan bersama di atas kepentingan pribadi. Firman
Allah :
ولا تفسدوا فى الأرض بعد إصلاحها
Jadi dapat diketahui bahwasanya Islam melarang ikut
campur tangan orang terlalu berlebihan dan melanggar batas secara tidak wajar
atas kehidupan pribadi seseorang dan makhluq Allah[17][17].Aspek khas dalam konsep HAM islami adalah tidak adanya orang-orang lain
yang dapat memaafkan suatu pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi
atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Meskipun Allah sendiri yang telah
menganugerahkan hak-hak ini, dan secara asalnya adalah tetap bagi-Nya serta di
depan-Nyalah semua manusia wajib mempertanggung jawabkan, Allah tidak akan
melaksanakan kekuasaan-Nya untuk mengampuni pelanggaran hak-hak pada akhir
kelak.
Berangkat dari hal tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa hak asasi manusia dalam perspektif Islam adalah pengakuan terhadap adanya
hak-hak yang melekat pada manusia sebagai fitrah insaniyah dan
meninggalkan terhadap aspek kekerasan, penindasan, pemerkosaan terhadap hak-hak
orang lain, sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh agama Islam yang
bersumberkan dari al-Qur'an dan al-Hadits.
Dari pemaparan penulis di atas, terlihat bahwa konsep
HAM yang ditawarkan oleh PBB ternyata mendapat tanggapan yang kontroversial
dari kalangan muslim (mungkin juga dari kalangan agama yang lain). Hal itu
disebabkan karena adanya ketidak sesuaian konsep HAM yang ditawarkan oleh PBB
dengan prinsip keagamaan, sehingga lahirlah konsep HAM versi Islam.
Dari beberapa realitas tersebut, dapat dianalisa bahwa
apakah setiap konsep HAM yang dilahirkan oleh setiap organisasi (apakah PBB
atau konsep HAM versi Islam) bersifat abadi (universal) yang diberlakukan sama
untuk seluruh umat manusia di dunia ini, ataukah masing-masing negara akan
memiliki konsep HAM yang berbeda-beda ? jika asumsi yang terakhir ini benar,
bukankah konsep HAM pada gilirannya akan ditentukan oleh masing-masing individu
? semuanya serba memungkinkan.
Namun, betapa kemajemukan dan pluralitas konsep HAM
yang muncul dari individu akan selalu berseberangan dengan tawaran konsep HAM
yang lahir dari institusi, mulai dari yang mikro hingga yang makro (institusi
kenegaraan). Karena dalam prakteknya kecenderungan konsep HAM akan selalu
berkaitan erat dengan kepentingan penguasa dan masing-masing pembuat konsep
HAM.
Ini artinya jika HAM yang disepakati dicetuskan dari
HAM internasional, atau HAM versi Islam yang terkenal adalah deklarasi
universal tentang HAM dalam Islam, maka apakah HAM dalam tataran dua konsep
tersebut telah sampai pada taraf universal, bisa melepaskan
kepentingan-kepentingan dari negara-negara tertentu, atau komunitas keagamaan
tertentu yang dianggap memiliki kekuatan, kekuasaan dan kepentingan, ketika
berhadapan dengan konteks sosial, politik, budaya dan ekonomi suatu bangsa,
golongan, lebih-lebih bangsa-bangsa di dunia ketiga yang relatif asing dengan peradaban
barat yang liberal, suatu peradaban yang sedemikian kapitalistik dan
borjuistik.
PIAGAM
MADINAH
Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa nabi Muhammad
ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat madinah untuk melindungi
dan menjamin hak-hak sesama warga masyarakat
tampa melihat latar belakang, suku dan agama.
DEKLARASI
KAIRO ( CAIRO DECLARATION)
Isu tentang pelaksaan HAM tidak lepas dari perhatian umat islam, Apalagi mayoritas Negara-negara
dunia ketiga yang banyak melakukan perlakuan ketidak adilan Negara Barat dengan
atas nama ham. Dalam pandangan Negara Negara islam ham tidak sesuai degan
pandangan ajaran islam yang telah ditetapkan Allah SWT. Berkaitan dengan itu
Negara-negara islam yang tergabung dalam
organization of the Islamic conference pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan
deklarasi tentang kemanusian sesuai syariat islam di kairo.
Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan Negara-negara OKI
ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Deklarasi kairo. Deklarasi ini
berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-Quran dan sunnah yang
dalam penerapannyan dan realitasnya memiliki persamaan dengan pernyataan semesta
hak-hak asasi manusia yang dideklarasikan PBB tahun 1948.
Penegakan
dan Perlindungan HAM di Indonesia.
Dalam upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia dibutuhkan sarana dan
prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM tersebut dikategorikan menjadi
dua bagian yakni: 1). Sarana yang berbentuk institusi atau kelembagaan seperti lahirnya lembaga advokasi tentang ham
yang dibentuk oleh LSM, komisi nasional hak asasi manusia, komisi nasional ham
perempuan dan institusi lainya .2). Sarana yang berbentuk peraturan atau
undang-undang.
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
• Hak asasi manusia adalah hak-hak
yang melekat pada setiap individu manusia atas pemberian Allah SWT sesuai
dengan fitrah insaniyahnya yang diperolehnya semenjak ia dilahirkan ke muka
bumi ini, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia.
• Ide tentang HAM berasal dari gagasan
tentang hak-hak alami, yang dianggap sebagai bagian dari hakikat kemanusiaan
yang paling fundamental. Lahirnya Magma Carta (Piagam Agung) pada 15
Juni 1215 di Inggris, disusul dengan Bill of Rights pada 1698 yang juga
di Inggris, disusul dengan The American Declaration of Independence pada
tanggal 6 Juli 1776, dilanjutkan dengan lahirnya suatu naskah yang dicetuskan
pada permulaan revolusi perancis, pada tanggal 4 Agustus 1789 merupakan
inspirator dari lahirnya konsep HAM PBB (The Universal of Human Right)
yang dilanjutkan dengan lahirnya konsep HAM versi Islam.
•
Dalam Islam,
ada dua macam HAM jika dilihat dari huquuqul 'ibad. Pertama, HAM
yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), kedua
adalah HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh
suatu negara. Hak-hak yang pertama dapat disebut sebagai hak-hak legal,
sedangkan yang kedua dapat disebut sebagai hak-hak moral.
•
Kebebasan
manusia dalam mengaktualisasikan hak asasinya baik bersifat vertikal (dengan
Dzat penciptanya) maupun horizontal (antara makhluq ciptaan Allah) dibatasi
oleh batasan-batasan tertentu dan tidak bersifat absolut. Yang membatasinya
adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap manusia baik berkaitan dengan
hubungan vertikal maupun horizontal, seperti apa yang telah diajarkan oleh
al-Qur'an dan al-Hadits.
DEMOKRASI
Tinjauan umum
Secara
etimologis “demokrasi” terdiri dari 2 kata yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau
“cratos” yang berarti kekuasaan dan kedaulatan. Jadi “demos-cratein” atau
“demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat
dan kekuasaan oleh rakyat (Inu kencana, 1994: 150; 1999 : 18, Miriam Budiardjo,
1977 : 50, Ignas Kleden, 2000 : 5, Masykuri Abdillah, 1999 : 71).
Kekuasaan
pemerintahan berada di tangan rakyat menurut Moh.Mahfud MD) mengandung
pengertian tiga hal penting.
1.
pemerintah dari rakyat (government of the people);
2.
pemerintahan oleh rakyat (government by people);
3.
Pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the people) berhubungan
erat dengan legitimasi pemerintahan (Legitimate government) dan tidak
legitimasi pemerintahan (Unlegitimate government) di mata rakyat.Pemerintahan
legitimasi berarti suatu pemerintahan yang berkuasa mendapat pengakuan dan
dukungan rakyat.Sebaliknya pemerintahan tidak legitimasi berarti suatu
pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengakuan
dan dukungan dari rakyat.Karena itu pemerintah harus mendengar kehendak dan
keinginan rakyat, bukan memaksa rakyat untuk memahami dan mengikuti kehendak
pemerintah.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat
(government by the people) berarti pemerintah yang menjalankan kekuasaan atas
nama rakyat dan pengawasannya dijalankan oleh rakyat bukan oleh siapa-siapa
atau lembaga pengawasan yang ditunjuk pemerintah. Pemerintahan oleh rakyat
selama Orde Lama danOrdeBaru telah menjadi distorsi yang luar biasa. Karena
pemerintah Orde Lama telah menempatkan dirinya sebagai pemegang dan penguasa
tunggal, sementara rakyat dipaksa untuk tunduk dan patuh kepadanya.
Ketiga, adalah Pemerintahan untuk rakyat (government for the people) yaitu suatu
pemerintahan yang mendapat mandat kekuasaan yang diberikan oleh rakyat
dipergunakan untuk apa? Apakah untuk membeli sembako rakyat, memberikan
pelayanan pendidikan rakyat, atau memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya
melalui korupsi? Artinya, pemerintahan takluk apa tidak kepada apa yang
diinginkan rakyat, misalnya ujn tuk membawa Soeharto ke persidangan dalam kasus
korupsi, melakukan pengadilan terhadap pelanggar HAM baik oleh sipil atau
militer, menegakkan supremasi hukum dan kehendak rakyat lainnya. Bila
pemerintahan menjalankan apa yang menjadi aspirasi rakyat, berarti government
for people telah terwujud.
Menurut Inu
Kencana prinsip demokrasi adalah sebagai berikut :
1.
Adanya pembagian kekuasaan (sharing power)
2.
Adanya pemilihan umum yang bebas (general election)
3.
Adanya manajemen pemerintahan yang
terbuka
4.
Adanya kebebasan individu
5.
Adanya peradilan yang bebas
6.
Adanya pengakuan hak minoritas
7.
Adanya pemerintahan yang berdasar
hukum’
8.
Adanya pers yang bebas
9.
Adanya multi partai politik
10. Adanya musyawarah
11. Adanya
persetujuan parlemen
12. Adanya
pemerintahan yang konstitusional
13. Adanya
ketentuan pendukung system demokrasi
14. Adanya
pengawasan terhadap administrasi public
15. Adanya
perlindungan HAM
16. Adanya
pemerintahan yang bersih (clean and good government)
17. Adanya persaingan
keahlian (profesionalitas)
18. Adanya
mekanisme politik
19. Adanya
kebijakan negara yang berkeadilan
20. Adanya
pemeriintahan yang mengutamakan tanggung jawab.
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Barat
Konsep
demokrasi semula lahir dari pemikirana mengenai hubungan negara dan hukum di
Yunani Kuno yang dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4 SM sampai
abad ke 6 M. demokrasi yang dipraktikkan pada masa itu berbentuk demokrasi
langsung (direct democracy) artinya rakyat dalam menyampaikan haknya untuk
membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara
berdasarkan prosedur mayoritas. Namun tidak semua warga kota mendapat hak
demokrasi. Dengan kata lain model demokrasi dalam negara kota dilihat dari
perspektif demokrasi modern adalah model demokrasi yang kurang demokratis.
Menjelang
akhir abad pertengahan tumbuh kembali keinginan untuk menghidupkan demokrasi.
Hal itu diindikasikan dengan lahirnya Magna Charta (Piagam Besar) sebagai suatu
piagam yang memuat perjanjian kaum bangsawan dan Raja John di Inggris dengan
bawahannya. Dalam piagam magna charta ditegaskan bahwa raja mengakui dan
menjamin beberapa hak dan preveleges bawahannya termasuk rakyat jelata sebagai
imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Selain itu
dalam piagam tersebut memuat dua prinsip yang sangat mendasar : pertama, adanya
pembatasab kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada
kedaulatan raja.
Munculnya
kembali gerakan demokrasi di eropa barat pada abad pertengahan seperti
dikatakan oleh (Moh. Mahfud MD, 1999) didorong oleh perubahan sosial dan
gerakan cultural yang berintikan pada penekanan pemerdekaan akal dari segala
pembatasan. Gerakan cultural yang dimaksud adalah gerakan renaissance dan
gerakan reformasi. Gerakan renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan
kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Gerakan ini lahir di Barat
karena adanya kontak dengan dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada
pada puncak kejayaan peradaban ilmu pegetahuan. Para ilmuwan pada masa itu
seperti Ibnu Khaldun, Al-Razi, Oemar Khayam, Al-Khawarizmi dan sebagainya bukan
hanya berhasil mengasimilasikan pengetahuan Parsi Kuno dan warisan klasik
(Yunani Kuno), melainkan berhasil menyesuaikan ilmu pengetahuan tersebut
berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan alam pikiran mereka sendiri
yaitu orang barat. Karena itu seorang orientalis PhilipK.Hitti menyatakan bahwa
dunia Islam telah memberikan sumbangan besar terhadap eropa dengan terjemahan-
terjemahan warisan parsi dan YunaniKuno dan menyeberangkannya ke Eropa melalui
Siria, Spanyol, dan Sisilia. Gerakan reformasi merupakan suatu gerakan revolusi
agama yang terjadi di Eropa pada abad ke 16 yang bertujuan untuk memperbaiki
keadaan dalam gereja katolik dimana kekuasaan gereja begitu dominant dalam
menentukan tindakan warga negara.
Sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia
Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam dua tahapan yaitu tahapan pra
kemerdekaan dan tahapan pasca
kemerdekaan. Perkembangan demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi
dalam empat periode yaitu ;
a.
Demokrasi
periode 1945-1959
Demokrasi
pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. System demokrasi
parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan
kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk
Indonesia, meskipun dapat berjalan secara memuaskan pada beberapa negara asia
lain.
Pada periode
ini kedudukan parlemen sangat kuat dan pada gilirannya menguat pula kedudukan
partai politik. Karena itu segala hal yang terkait dengan kebijakan negara
tidak terlepas dari sikap kritis para anggota parlemen untuk mendebatnya baik
melalui forum parlemen maupun secara sendiri-sendiri (Jimly Asshiddiqie, 1994 :
143)
b.
Demokrasi
periode 1959-1965
Ciri sistem
politik pada periode ini adalah dominasi peranan presiden, terbatasnya peranan
partai politik, berkembangnya pengaruh komunitas dan meluasnya peranan ABRI
sebagai unsure sosial politik. Dalam praktik pemerintahan, pada periode ini
telah banyak melakukan distorsi terhadap praktik demokrasi.
c.
Demokrasi
periode 1965-1998
Periode
pemerintahan ini muncul setelah gagalnya gerakan 30 September yang dilakukan
oleh PKI. Landasan formil periode ini adalah pancasila, UUD 1945 serta
ketetapan-ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari kelahiran periode ini adalah
ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Komponen penegakan demokrasi
Untuk terwujudnya
demokrasi dalam berbagai lapangan dan sisi kehidupan manusia baik dalam
kehidupan bernegara dimana hubungan negara dan masyarakat atau masyarakat
dengan negara dan kehidupan sosial kemasyarakatan yaitu hubungan antar sesama
warga masyarakat. Tegaknya demokrasi sangat terkait dengan tegaknya komponen
atau unsur dalam demokrasi itu sendiri. Komponen-komponen yang dapat
mengejawantahkan tegaknya demokrasi antara lain :
1.
Negara hukum
2.
Masyarakat madani
3.
Partai politik
4.
Pers yang bebas dan bertanggungjawab
Cara mengukur demokrasi
Suasana
kehidupan yang demokratis merupakan dambaan bagi manusia Indonesia. Karena itu
demokrasi tidak saja menjadi gagasan yang utopis, melainkan sesuatu yang perlu
diimplementasikan. Suasana kehidupan yang demokratis khususnya dalam kehidupan
kenegaraan dan sistem pemerintahan menurut DjuandaWidjaya ditandai oleh
beberapa hal sebagai berikut :
a.
Dinikmati dan dilaksanakan hak serta
kewajiban politik oleh masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip dasar HAM yang menjamin adanya kebebasan,
kemerdekaan, dan rasa merdeka
b.
Penegakan hukum yang mewujud pada
pada asas supremasi penegakan hukum (supremacy of law), kesamaan di depan hukum
(equality before of law), dan jaminan terhadap HAM
c.
Kesamaan hak dan kewajiban anggota
masyarakat
d.
Kebebasan pers dan pers yang
bertanggungjawab
e.
Pengakuan terhadap hak minoritas
f.
Pembuatan kebijakan negara yang
berlandaskan pada asas pelayanan, pemberdayaan, dan pencerdasan
g.
Sistem kerja yang kooperatif dan
kolaboratif
h.
Keseimbangan dan keharmonisan
i.
Tentara yang professional sebagai
pertahanan
j.
Lembaga peradilan yang independent.
Perbedaan Antara Musyawarah dan Demokrasi
Penafsiran terhadap istialah syura atau
musyawarah agaknya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian pula
pengertian dan persepsi tentang kata yang padat makna mengalami evolusi sesuai
dengan perkembangan pemikiran, ruang, dan waktu. Dewasa ini pengertian
musyawarah sering dikaitkan dengan dengan beberapa teori politik modern,
seperti system republik, demokrasi, parlemen, dan sebagainya.[18][18]Bahkan, konon ada yang mengatakan bahwa demokrasi adalah syura. Oleh
karena itu dalam pembahasan ini akan difokuskan pada perbedaan antara syura
dan demokrasi.
Secara umum, segi yang paling penting dalam membedakan
syura dan demokrasi ialah prinsip komprehensif yang menjadikannya
melampaui ruang lingkup system pemerintahan dan kontitusi negara, karena ia
memeng lebih umum dan lebih luas dari ruang lingkupnya., hingga termasuk
didalamnya musyawarah dalam masalah fiqih seperti dalam menyapih anak, dan
lain-lain. Adapun demokrasi ialah system politik yang mencakup kaidah-kaidah
dimana system pemerintahan dan negara tegak diatasnya.[19][19]
1.
Dalam syura, peserta musyawarah
(pemimpin dan rakyat) mengimani bahwa mereka adalah hamba Allah, dan Allah lah
yang berhak menentukan hokum. Adapun dalam system demokrasi, sesuai dengan
artinya dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat, maka yang menetukan hokum
adalah rakyat (manusia).
2.
Dalam syura, mereka berkumpul untuk
tukar pendapat dengan tujuan sampai pasa kebenaran yang diridhai oleh Allah.
Maka mereka menjauhi sikap ta'assub terhadap suatu pendapat yang tidak
disertai dalil. Adapun dalam system demokrasi, mereka berkumpul untuk mengusung
dan memenangkan pendapat masing-masing.
3.
Dalam syura, mereka
bersungguh dalam membahas masalah umat untuk mencapai mufakat, sebagiamana
mereka bersungguh dalam ibadah mereka. Sedangkan dalam system demokrasi, mereka
tidak sungguh-sungguh dalam mengurus kemaslahatan umum, terkadang tujuan
pemimpin dan pemerintah dalam musyawarah adalah untuk untuk menekan dan
mengarahkan peserta musyawarah untuk menyetujui usulan pemerintah, disamping
itu musyawarah adalah forum untuk memuji pemimpin negara dan pemerintah.
4.
Dalam syura, mereka tidak
menempati posisi mereka di pemerintahan dengan cara meyuap, atau berusaha
memperoleh kedudukan itu, berbeda dengan sistem
demokrasi, untuk sampai pada posisi mereka di pemerintahan, tidak
sedikit diantara mereka yang memperolehnya dengan cara menyogok atau dengan
cara-cara yang tidak terpuji, maka dalam musyawarah mereka lebih mementingkan
kepentingan pribadi atau golongan
5.
Dalam syura,
setelah mereka selesai musyawarah mereka rukun, tidak ada dendam, menerima
hasil syura dan berusaha melaksanakannya. Adapun dalam system demokrasi,
pihak yang pendapatnya kalah, akan selalu menentang, mengkritik pemerintah dan
mencari kesalahan pemerintah, yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan
dikalangan peserta syura.
Musyawarahadalah berkumpulnya dua orang ahli atau
lebih untuk mengkaji atau membahas suatu masalah yang disertai dengan hujjah (argumen-argumen yang kuat)
untuk mencapai kata mufakat (pendapat yang benar).
Dalam al-Qur'an kata musyawarah terdapat dalam tiga
tempat (al-Baqarah:233, 'Ali Imran : 159, dan as-Syura :38 ), dari ketiga ayat
diatas beserta tafsirnya menunjukkan penting bermusyawarah, tidak hanya pada
urusan-urusan besar seperti perang atau urusan-urusan kenegaraan yang tidak ada
nash (dalil) didalamnya tapi juga urusan rumah tangga termasuk
didalamnya urusan menyapih anak atau yang sejenisnya. Disamping itu banyak
sekali hadits yang menjelasakan secara detail tettang keutamaan
musyawarah.
1.
Musyawarah
dalam segala hal yang tidak ada nash didalamnya adalah sebuah
keniscayaan.
2.
Diantara hikmah tidak adanya aturan baku dalam
pelaksanaan syura adalah
merupakan bentuk kasih sayang Allah pada hambanya untuk bisa melaksanakan syura
sesuai dengan situaisi dan kondisi yang
dihadapinya.
3.
Dalam musyawarah,
Islam tidak melihat perbedaan jenis kelamin, tapi yang dilihat adalah
kepandaian dan kejelian dalam melihat sebuah permasalahan.
4.
Secara
global siapapun (pemimipin negara atau rakyat) harus rela untuk melaksanakan
keputusan syura, meskipun keputusan itu dihasilkan dengan cara voting,
karana musyawarah adalah cara yang syah dalam memutuskan sesuatu.
5.
Syura bukan
demokrasi, meskipun banyak kesamaan didalamnya, karena dalam syura
terdapat ketundukan pada hukum Allah, sementara sistem demokrasi hukum
ditentukan oleh manusia dan untuk manusia.
MASYARAKAT MADANI
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan
otoriter orde baru tumbang. Malah cenderung terjadi sakralisasi pada kata itu
seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah yang tengah
dihadapi oleh bangsa kita.
Dalam bahasa
Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau ‘kota”, sehingga
masyarakat madani bias berarti masyarakat kota atau perkotaan . Meskipun
begitu, istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis,
tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk
penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak
asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah
memiliki sifat-sifat yang cocok dengan orang kota,yaitu yang berperadaban.
Dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”, yang
artinya memiliki peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa Arab
dengan kata “tamaddun” yang juga berarti peradaban atau kebudayaan
tinggi.
Pengertian
masyarakat madani ini sendiri adalah sebuah kelompaok atau tatanan masyarakat
yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, memiliki ruang
public ( public sphere ) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga
yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Karakteristik Masyarakat Madani
1. Free Public
Sphere
Adanya ruang
public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Warga Negara
berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada public.
2. Demokratis
Demokratis
berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan
masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama.
3. Toleran
Toleran
merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan
sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang
lain.
4. Pluralisme
Di sini
pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita
majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru
hanya menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak
boleh dipahami sekedar sebagai “kebaikan negative”, hanya ditilik dari
kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme. Pluralisme harus difahami
sebagai ‘pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban”. Bahkan
pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara
lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkan.
Di
Indonesia, pluralisme dalam keberagamaan dapat dibagi menjadi 3 jaman
perkembangannya, yaitu:
·
Pluralisme
cikal-bakal. Yang di maksud istilah ini adalah pluralisme yang relative
stabil, karena kemajemukan suku dan masyarakat pada umumnya masih berada dalam
taraf statis. Mereka hidup dalam lingkungan yang relative
terisolasi dalam batas-batas wilayah yang tetap, dan belum memiliki
mobilitas yang tinggi karena teknologi komunikasi dan transportasi
yang mereka miliki belum memadai. Agama-agama suku hidup dalam claim dan
domain yang terbatas, tidak berhubungan satu dengan lainnya. Keadaan
seperti ini tidak banyak berubah sampai datang pengaruh agama yaitu agama
Hindu dan Budha dengan tingkat peradabannya masing-masing.
·
Pluralisme
kompetitif. Pluralisme jenis kedua ini kira-kira mulai abad 13 ketika agama
islam mulai berkembang di Indonesia, dan kemudian disusul dengan kedatangan
agama Barat atau agama Kristen (baik katolik maupun Protestan) pada kira-kira
abad 15. konflik dan peperangan mulai terjadi diantara kerajaan islam di
pesisir dengan sisa-sisa kekuatan Majapahit di pedalaman Jawa. Ketika penjajah
dating dengan konsep “God, Gold, and Glory”, persaingan antara Islam dan
Kristen terus berlangsung hingga akhir abad
·
Pluralisme
Modern atau pluralisme organik. Di awal abad ke 20, puncak dominasi Belanda
atas wilayah nusantara tercapai dengan didirikannya “negara” Nederland Indie.
Kenyataan negara ini menjadi sebuah kesatuan organic yang memiliki
satu pusat pemerintah yang mengatur kehidupan berdasarkan hukum dan pusat
kekuasaan yang riil. Pluralisme SARA memang diperlemah, disegregasikan, ,
dan dibuat terfragmentasikan demi kepentingan Belanda. Kemudian upaya-upaya
mansipasi SARA pun terjadi dalam peristiwa Sumpah pemuda 1928 dan proklamasi
kemerdekaan 1945.
5. Keadilan
Sosial
Keadilan
dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional
terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek
kehidupan.
Pilar
Penegak Masyarakat Madani
·
Lembaga
Swadaya Masyarakat; adalah institusi social yang dibentuk oleh swadaya
masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan masyarakat yang tertindas.
·
Pers; merupakan
institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena
memungkinkannya dapat mengkritiai dan menjadi bagian dari social control yang
dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan kewarganegaraannya.
·
Supremasi
hukum; Setiap warga Negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun
sebagai rakyat, harus tunduk kepada ( aturan ) hukum.
·
Perguruan
Tinggi; yakni tempat dimana civitas akademiknya ( dosen atau mahasiswa ) merupakan
bagian dari kekuatan social dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih
dinilai benar.
·
Partai
politik; merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan aspirasi
politiknya.
Masyarakat
Madani dan Demokrasi
Masyarakat
madani atau yang disebut orang barat Civil society mempunyai prinsip
pokok pluralis, toleransi dan human right termasuk didalamnya adalah
demokrasi. Sehingga masyarakat madani dalam artian negara menjadi suatu
cita-cita bagi negara Indonesia ini, meskipun sebenarnya pada wilayah-wilayah
tertentu, pada tingkat masyarakat kecil, kehidupan yang menyangkut prinsip pokok
dari masyarakat madani sudah ada. Sebagai bangsa yang pluralis dan
majemuk, model masyarakat madani merupakan tipe ideal suatu mayarakat
Indonesia demi terciptanya integritas sosial bahkan integritas nasional.
Dalam
masyarakat madani terdapat nilai-nilai universal tentang pluralisme yang
kemudian menghilangkan segala bentuk kecendrungan partikularisme dan
sektarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat
signifikan dimana masing-masing individu, etnis dan golongan mampu menghargai
kebhinekaaan dan menghormati setiap keputusan yang diambil oleh salah satu
golongan atau individu.
Masyarakat
Madani Indonesia
Secara
esensial di Indonesia membutuhkan pemberdayaaan dan penguatan masyarakat secara
komprehensif agar memilioki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta
mampu menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Untuk itu dibutuhkan pengembangan
masyarakat madanin dengan menerapkan strategi pemberdayaaan sekaligus agar
potensi pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasil optimal. Strategi itu
antara lain :
1. Strategi
yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini
berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
2. Strategi
yang lebih mengutamakan reformasi system politik demokrasi. Strategi ini
berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menungggu rampungnya
pembangunan ekonomi.
3. Strategi
yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kut kearah
demokratisasi.
Maka dari
itu, perspektif masyarakat madani di Indonesia dapat dirumuskan secara
sederhana, yaitu membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratif, dengan
landasan taqwa kepada Allah dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa.
Ditambah legalnya nilai-nilai hubungan sosial yang luhur, seperti toleransi dan
juga pluralisme, adalah merupakan kelanjutan nilai-nilai keadaban (tamaddun).
Sebab toleransi dan pluralisme adalah wujud ikatan keadaban.
OTONOMI DAERAH
Pengertian
otonomi daerah dan desentralisasi
Otonomi
daerah diambil dari kata otonomi dan daerah. Otonomi dalam makna sempit
diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam makna lebih luas diartikan sebagai
berdaya. Jadi otonomi daerah dapat diartikan sebagai kemandirian suatu daerah
dalam kaitan pembuatan dan penganbilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Juka daerah sudah mampu mencapai kondisi daerah tersebut, maka daerah
dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa
tekanan dari luar (eksternal intervention).
Otonomi
daerah erat sekali dengan desentralisasi. Desentralisasi adalah transfer
kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada public dari
seseorang atau agen pemerintah pusat kepada individu atau agen lain yang lebih
dekat kepada public. Atau bisa juga dapat diartikan sebagai pelimpahan
kewenangagan dan tanggung jawab dari pemerintahan pusat kepada pemerintah
daerah.
Tujuan
otonomi daerah
Memasuki
abad 21 ,Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik. Dan
memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik di Indonesia
yang dibangun cukup lama, krisis tersbut diakibatkan oleh sistem manajemen
Negara dan pemerintahan yang sentralistik. Dimana kewenangan dan pengelolaan
segala sector pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara
daerah tidak memeiliki kewenangan .
Sebagi
respon dari krisis tersebut dari masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan
restrukturisasi system pemerintahan yang cukup penting yaitu melaksanakan
otonomi daerah dan pengaturan perimbangan antara pusat dan daerah. Paradigma
lama dalam manajemen negaa dan pemerintahan yang berporos dalam sentralisme
kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi yang berpusat pada desentralisme.
Dalam pada itu, kebijakan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari upaya
politik pemerintah pusat untuk merespon tuntutan kemerdekaan atau Negara
federal dari beberapa wilayah yang memiliki aset sumber daya alam melimpah namun tidak mendapatkan
haknya secara proposional kepada pemerintah orde baru.
Desentralisasi
dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial ekonomi,
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kehidupan berpoltik yang efektif.
Ada beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat
ini dirasakan sangant mendesak :
1. kehidupan
bebebangsa dan bernegara selama ini sangat berpusat di Jakarta. Sementra itu,
pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan.
2. pembagian
kekayaan secara tidak adil dan merata.
3. kesenjangan
sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah satu dengan daerah lain
sangat terasa.
Adapun tujuan dari otonomi daerah
the liang Gie sebagai berikut
a. dilihat dari
sudut politik , yaitu untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja
yang bisa pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
b. Dalam bidang
politik untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri
dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
c. Dalam sudut
tehknik organisatoris yaitu, pemerintahan daerah sdlah semata-mata untuk
mencapai pemerintahan yang efesien.
d. Dari sudut
kultur yaitu, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat
ditumpukan kepada kekhusussan suatu daerah seperti geografi, keadaaan penduduk,
kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
e. Dari sudut
kepentingan ekonomi, agar pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara
langsung membantu pembangunan tersebut.
Beberapa argumentasi dalam memilih desentralisasi ekonomi
a) Untuk terciptanya efesiensi – efektifitas penyelenggaraan pemerintah.
b) Sebagai sarana pendidikan politik
c) Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
d) Stabilitas politik
e) Kesetaraan politik
f) Akuntabilitas politik
Visi otonomi daerah
Visi
desentralisasi merupakan symbol adanya trust (kepercayaan) dari pemerimtahan
pusat kepada daerah. Visi otonomi daerah itu dapat dirumuskan dalam tiga ruang
lingkup yang itraksinya yang utama yaitu politik, ekonomi ,dam budaya serta
sosial.
Konsep dasar
otonomi daerah antaralain:
1. penyerahan
sebanyak mungkin kewenangan pemerintah dalam hubungan domestik pada daerah.
2. penguatan peran
DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala
daerah.
3. pembangunan
tradsi politik yang lebih sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dengan
tingkat akseptabilitas yang tinggi pula
4. peningkatan
efektifitas fungsi –fungsi pelayanan eksekutif.
5. peningkatan
efesiensi administrasi daerah
6. pengaturan
pembagian sumber-sumber pendapatan daerah pemberian keluasan kepada daerah dan
optimalisasi upaya pemberdayaaan masyarakat.
Prinsip-prinsip
otonomi daerah dalam uu no. 22 tahun 1999
1. demokrasi
keadilan, pemerataan potemsi, dan keanekaragaman daerah
2. otonomi luas,
nyata dan pertanggung jawab
3. otonomi daerah
yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota
4. sesuai dengan
konstitusi negara
5. kemandirian
daerah otonomi
6. meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislatif daerah
7. asas
dokonsentrasi diletakkan pada daerah provensi sebagai wilayah administrasi
8. asas tugas
pembantuan.
Kewenangan pemerintahan pusat, provensi, kabupaten dan kota dalam uu no. 22
tahun 1999.
1. kewenangan
pemerintahan pusat:
2. hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter , agama,.dan berbagai jenis
urusan yang memeng lebih efesien yang ditangani secara sentral oleh pemerintahan
pusat seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi
pemerinntahan , badan usaha milik negara dan pengembangan sumber daya manusia.
3. kewenangan
pemerintahan provinsi:
·
kewenangan bersifat lintas kabupaten dan kota
·
kewenangan pemerintahan lainya , seperti perencanaan dan pengendalian
pembangunan regional secara makro.
·
Kewenangan kelautan
·
Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan kota.
4. kewenangan pemerintahan kabupaten dan kota:
·
pertanahan
·
pertanian
·
pendidikan dan kebudayaan
·
tenaga kerja
·
kesehatan
·
lingkungan hidup
·
pekerjaan umum
·
perhubungan
·
perdagangan dan industri
·
penanaman modal
·
koperasi
[1][1] Said Aqil Husin al-Munawar, 2004, Al-Qur'an
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, hal : 297.
[4][4] Abdur
Rahman Saleh Abdullah, Educational Theory a Qur’anic Out Look, Umm
al-Qura University, Educational and Psychological research, Makkah
al-Mukarromah, hal : 23.
[6][6] Syekh Syaukat Hussain, 1996, Hak Asasi Manusia
dalam Islam, (terj, Abdul Raochim CN), Gema Insani Press, Jakarta, hal :
54.
[10][10] Ali Abdul Wahid Wafi, 1991, Prinsip-prinsip Hak
Asasi dalam Islam, CV Putaka Mantiq, Solo, hal :15.
[11][11]Sa’ad Mursy Ahmad, Saad Ismail Ali, 1974, Tarikh
at-Tarbiyah al-Islamiyah, Alam al-Kutub, Kairo, hal : 108.
[12][12] Abdul Karim Utsman, Kebebasan, Persamaan dan
Keadilan dalam Perspektif Islam, dalam M. Luqman Hakim (ed), 1993, Deklarasi
Islam tentang HAM, Risalah gusti, Surabaya, hal : 01.
[15][15] David Litle dkk, 1997, Kebebasan Agama dan Hak
Asasi Manusia : Kajian Lintas Kultural dan Barat, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hal : 72.
[19][19]Taufiq as-Syawi, Syura Bukan Demokrasi,(terj)
alih bahasa, Djamaluddin.Z, Jakarta : Gema Insani Press, 1997, cet. Ke-1, hal 135-136
Komentar
Posting Komentar